Cerita Wayang
ASMARA DI HUTAN DANDAKA
(Andreas Hutomo)
Akibat Prabu Dasarata Raja Ayodyapala kalah janji dengan Dewi Kekayi isterinya yang kedua dalam lakon wayang Dewi Kekayi menagih janji, maka Putra Mahkota Kerajaan Ayodyapala putra Prabu Dasarata dengan Dewi Sukasalya yang bernama Raden Regawa alias Raden Rama harus menanggalkan jabatannya dan meninggalkan istana Ayodya serta dibuang di hutan Dandaka selama 14tahun.
Konon menurut para dalang wayang kulit, hutan Dandaka itu sebagai alas gung liwang-liwung, janma mara-janma mati, sato mara-sato mati, soto mara kari mangkoke.
Yang terjemahan bebasnya, hutan Dandaka itu hutan yang sangat lebat dan keramat, orang yang datang kesitu pasti mati, binatang datang pasti mati, soto datang tinggal mangkoknya.
Setelah meninggalkan istana Ayodyapala, Raden Regawa bersama isterinya Dewi Sinta dan Raden Laksmana adik kandung Raden Regawa menuju hutan Dandaka.
Benar juga, baru sampai di tepi hutan saja sudah dihadang Raksasa aneh sebesar Bukit Dago yang berjalannya terbalik, bukan dengan telapak kaki tetapi dengan telapak tangan sehingga kepalanya berada dibawah kakinya diatas. Makhluk yang berwujud raksasa ini yang paling ditakuti di hutan Dandaka, bernama Ditya Kala Watulembu. Sudah banyak Pertapa, Resi, Wiku dan Begawan yang bertapa di hutan itu dimakan habis.
Meski para pertapa ini punya kesaktian yang lumayan tinggi tetapi tidak berdaya menghadapi Watulembu yang kesaktiannya jauh diatasnya.
Ketika Dewi Sinta yang berjalan paling depan disaut ditangkap Watulembu dan sudah siap untuk diemplok, dengan sigap Raden Regawa menarik busur dan melesatlah ratusan anak panah menancap di tubuh Watulembu sehingga seperti binatang landak yang penuh duri.
Karena merasa sakit maka Dewi Sinta yang sudah tinggal ngemplok itu dilemparkan begitu saja, untung dengan sigap ditangkap oleh Laksmana.
Ditya Kala Watulembu segera nggedrug-nggedrug bumi Kemudian kirig sehingga panah-panah yang menancap di tubuhnya jatuh berguguran seperti daun kering diterpa angin.
Melihat gelagat Watulembu tidak mati karena senjata maka Rama dan Laksmana saling mengedipkan mata sebagai kode dan masing-masing memegang kaki Watulembu serta ditarik secara berlawanan dengan sepenuh tenaga dan segenap hati, maka tebelahlah badan Watulembu dan tewas seketika.
Segera Raden Rama, Sinta dan Laksmana meneruskan perjalanan masuk kedalam hutan Dandaka yang sangat lebat. Keduanya lalu membuat barak seperti padepokan kecil dan dinamakan Padepokan Pancawati. Makanan dan air yang berlimpah di sekitar padepokan menyebabkan mereka jarang sekali keluar padepokan.
Setelah 14 tahun tinggal di Padepokan Pancawati, Raden Rama dan Laksmana dengan berbekal busur dan panah ingin berburu kijang yang agak jauh dari padepokan disertai Dewi Sinta.
Dewi Sinta merasa gembira sekali melihat bunga hutan yang liar tapi cantik menawan karena belum pernah ditemuinya di kerajaan, baik di Ayodyapala maupun kerajaan Mantili tempat Dewi Sinta dibesarkan. Lihat saja, disitu ada anggrek hitam, mawar biru, melati merah, kamboja ungu, teratai jingga dan sebagainya yang serba unik. Demikian juga kupu-kupu terbang dari bunga ke bunga yang lain dengan sayap yang indah berwarna-warni berkilau diterpa sinar mentari yang menerobos disela pepohonan.
Alkisah Sarpakenaka adik permpuan satu-satunya Prabu Rahwana atau Dasamuka raja Alengka datang kedalam hutan itu karena hidungnya yang panjang dan nyeprok namun tajam, mencium bau manusia, apalagi pas perutnya lapar. Seperti diketahui bahwa Sarpakenaka adalah raksasa wanita yang bertubuh tinggi besar, bulunya dhiwut-dhiwut seperti orang utan, mukanya sangar karena gigi taringnya seperti taring babi hutan sehingga tipe mulutnya ramingkem style alias tidak bisa mingkem, alias nyrongos. Lidahnya bercabang seperti lidah ular dan kuku jari tanggannya panjang-panjang beracun. Hidungnya nyeprok sebesar kelapa muda, matanya mlolo berwarna merah maron sebesar jeruk bali dan rambutnya gimbal seperti mbah Surip alm. Padahal ayahnya adalah Resi Wisrawa yang meski sudah kakek-kakek tapi sisa ketampanannya masih ada, sedangkan ibunya Dewi Sukesi cantik jelita bak bidadari.
Lalu kenapa punya anak seperti Sarpakenaka yang waktu lahir bidannya saja bingung menentukan jenis kelaminnya seperti pemain voli Nasional Aprilia Manganang.
Tapi karena setelah menginjak remaja buah dadanya sebesar bola voli maka dipastikan bahwa Sarpakenaka adalah raksasa perempuan, meski dalam pewayangan kadang disebut juga sebagai Kenya wandu alias bencong.
Tidak satupun yang tahu, tapi dari cerita lain menyebutkan bahwa Dewi Sukesi yang sedang dilanda birahi luar biasa karena diberi ilmu perangsang oleh Batara Guru diingatkan oleh calon suaminya Resi Wisrawa bahwa berhubungan badan yang waktunya tidak tepat akan dapat mengakibatkan keturunannya menjadi jahat dan buruk rupa.
Meski Sarpakenaka berwajah mengerikan tapi dia adalah rasaksa yang sakti karena kakeknya, Prabu Sumali merupakan putra Dewa Brahma. Oleh karena kesaktiannya itu Sarpakenapa bisa mancala putra-mancala putri, dan tanpa harus mancal-mancal bisa berubah wujud apa saja. Disamping itu dia bisa juga terbang tanpa sayap seperti Gatutkaca, oleh karena itu dia juga bertugas sebagai Marsekal nya kerajaan Alengka.
Manakala tercium bau manusia hidungnya langsung modod dan tambah nyeprok. Dia segera terjun bebas ke tengah hutan Dandaka yang ternyata ada orang yang berada di pinggir sungai.
Namun begitu melihat betapa tampannya orang itu hilanglah rasa lapar yang dirasakannya dan berubah menjadi rasa gairah tak tertahankan.
Tanpa ba-bi-bu segera merubah dirinya menjadi wanita yang sangat cantik semlohay, kulitnya mrusuh, payudara anyengkir gadhing, yang menurut Pak Topo sahabat saya badannya BMW bodi moleg weleh-weleh.
Didekatinya ksatria tampan itu dengan jalan yang dibuat-buat dan lenggak-lenggok seperti macan luwe sementara bibirnya menyunggingkan senyum yang menawan.
“Raden wong bagus, siapakah nama anda gerangan dan sedang apa ditengah hutan ini?”
“Hai perempuan yang cantik, saya putra Raja Ayodya bernama Laksmana. Aku berada di tengah hutan belantara ini karena menjalani kewajiban dari kerajaan. Lalu kenapa dikau juga disini dan siapakah namamu hai si cantik?”
“Raden, nama saya Endang Sarini dari Padepokan Sukomangu. Dahulu Bidadari keturunan Batara Brama lalu saya datang kemari karena dituntun oleh Dewata untuk menemui Raden.
Melihat wong bagus disini hatiku sekonyong-konyong koder. Oleh karena itu terimalah diriku untuk mengabdi kepada Raden sebagai pendamping setia.”
“Sebentar wong ayu, bukan berarti aku menolakmu. Tetapi aku sudah bersumpah disaksikan Dewata bahwa aku akan menjadi Brahmana Suci dan tidak akan menikah selamanya.”
“Aduh Raden, hamba bersedia menjadi jurumasak, tukang cuci, tukang mandiin Raden.
Please, don’t let me down. Pokokmen disuruh apa saja saya mau.”
Endang Sarini alias Sarpakenaka dengan tanpa malu-malu segera memeluk Raden Laksmana karena birahi yang tak tertahankan. Raden Laksmana menjadi geli dan gila dirangkul wong ayu tapi baunya kok apek. Mengetahui gelagat ini maka Raden Laksmana segera melihat dengan mata batinnya bahwa sesungguhnya Endang Sarini adalah penjelmaan raksasa. Merasa grisinen dan jengkel segera di phites nya hidung Endang Sarini hingga ujung hidungnya cuwil berdarah-darah dan menjadi grumpung. Sambil mundur dan menjerit kesakitan Endang Sarini berubah menjadi Sarpakenaka dan langsung take off menuju angkasa.
Sambil melesat dengan cepat Sarpakenaka terjun bebas di hutan Janastana menemui dua suaminya karena Sarpakenaka penganut poliandri dan melaporkan kejadian yang dialaminya. Tetapi ceritanya dibalik, bahwa dia bilang mau diperkosa Raden Laksmana.
Tanpa pikir panjang Ditya Kala Trisirah dan Kala Dusana segera terbang menuju hutan Dandaka untuk mencari Raden Laksmana. Saya sendiri tidak tahu kenapa para raksasa ini bisa terbang, hanya para Dalang yang tahu termasuk Ki Dalang Lebdacarita dari Padepokan Joglo.
Ketika Raden Laksmana sedang asyik berbincang dengan Raden Rama Regawa dan Dewi Sinta, tiba-tiba diserbu Ditya Kala Trisirah dan Kala Dusana. Mereka memang sempat kaget karena diserang tiba-tiba, namun karena keduanya ksatria sakti yang pilih tanding segera dihadapinya serangan tersebut dengan tenang. Ditya Kala Trisirah yang punya tiga kepala menyerang dengan beringas sehingga Raden Laksmana rada keteteran, dan segera diambilnya busur dan panah saktinya melesat menuju leher Kala Trisirah sehingga lehernya terpenggal. Tiga buah kepala terlepas dari badannya dan menggelinding uber-uberan sambil ngiwi-iwi dan tewaslah Ditya Kala Trisirah.
Kala Dusana yang terkenal sakti segera melabrak Raden Regawa, namun ternyata Raden Regawa cukup tangguh sehingga Kala Dusana terpaksa mengeluarkan ajiannya, dari mulut dan lubang hidung serta telinga keluar segala macam senjata yang menerjang Raden Regawa.
Raden Regawa menarik busur dengan panah andalannya dan melesatlah beribu-ribu anak panah menerjang tubuh Kala Dusana hingga hancur berkeping-keping dan ambyar kemana-mana dan tewas pastilah sudah.
Prajurit raksasa yang menyusul kemudian menjadi ketakutan melihat kehebatan Raden Regawa dan Raden Laksmana sehingg langsung balik kanan ngibrit berserabutan saling mendahului lari menuju lebatnya hutan.
*sumber Pewayangan