BEGAWAN SEKUTREM

Cerita Wayang – edisi Mei 2021

BEGAWAN SEKUTREM
(Andreas Hutomo)

Raden Sekutrem adalah putra Begawan Manumayasa dengan Dewi Rengganis putri Batara Brahma. Begawan Manumayasa tinggal di Padepokan Rahtawu atau Wukir Retawu sebuah lereng bukit yang indah. Puluhan bahkan ratusan cantrik, jejanggan dan manguyu dari berbagai wilayah disekitarnya menimba ilmu di Padepokan Wukir Retawu itu.

Ibarat pepatah buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya, ternyata Raden Sekutrem tak beda jauh dengan ayahandanya, doyan banget menyepi, berkelana dari puncak bukit ke puncak yang lain, dari tepi tebing yang curam dan jurang yang dalam sampai ke tepi pantai. Setiap berkelana selalu diiring oleh para Punakawan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong.
Berdasarkan sifat yang menurun dari leluhurnya, Raden Sekutrem yang konon ketika lahir diberi nama Bambang Kalinggaputra itu mempunyai sifat tulus dan ikhlas suka menolong sesama dengan memberi minum yang kehausan, memberi makan yang kelaparan, memberi pakaian yang nyaris telanjang dan memberi tumpangan yang tidak punya tempat tinggal.
Oleh karena itu Raden Sekutrem sangat disayang oleh para Dewa di Kahyangan dan banyak Raja yang ingin mengambil menantu Raden Sekutrem, demikian juga banyak putri Raja yang susah tidur selalu klisikan karena wajah tampan Raden Sekutrem seperti menempel di pelupuk mata.

Ketika sedang duduk santai di atas watu gajah atau batu hitam sebesar gajah yang sedang tiduran, dilihatnya pemandangan sekeliling yang amat indah mempesona berupa deretan bukit berjumlah tujuh buah. Malam harinya bersemedi atau meditasi mengheningkan cipta nutupi babahan hawa sanga, mohon perkenan para Dewa untuk membangun sebuah Padepokan.
Ketika mendapat perlambang permohonannya dikabulkan maka dibangunlah sebuah Padepokan kecil dan sesudah berbincang dengan Ki Lurah Semar maka Padepokan itu diberi nama Padepokan Saptaarga atau Saptarengga yang artinya tujuh bukit.

Padepokan yang dibangun Raden Sekutrem semakin lama semakin berkembang karena banyak penduduk yang berdatangan dan ingin menjadi cantriknya atau muridnya. Di bagian puncak gunung yang datar itupun diolah menjadi ladang dan persawahan karena mata air yang cukup deras mengalir dari atas perbukitan. Pada malam harinya penduduk belajar ngelmu agal alus di Padepokan itu sehingga alkhirnya Raden Sekutrem disebut juga Begawan Sekutrem.

Padepokan itu menjadi terkenal sehingga banyak ksatria muda yang menanggalkan baju ksatrianya kemudian berguru kepada Begawan Sekutrem. Banyak anak muda yang jauh di pedesaan berduyun-duyun datang ke Padepokan Saptaarga untuk berguru kepada Begawan Sekutrem, bahkan para ksatria muda dari beberapa kerajaan menanggalkan baju ksatriaannya untuk menjadi murid Begawan Sekutrem. Padepokan Saptaarga atau Saptarengga semakin besar sehingga dengan bantuan alat berat dari Departemen PU lereng bukit itu harus diperluas dengan meratakannya dan membuat tanggul penahan tebing dengan bebatuan yang berserakan disitu.

Syahdan Kahyangan Suralaya kedatangan raja Raksasa yang badannya sebesar Bukit Dago  bernama Prabu Kalimantara beserta seluruh prajurit raksasa, setengah raksasa, setengah manusia dan manusia murni. Kedatangan mereka ditahan oleh para prajurit Dorandara atau prajuritnya para Dewa namun tak kuasa menandingi para prajurit raksasa itu sehingga segera masuk kembali ke kahyangan Suralaya dan pintu gerbang Selamatangkep ditutup rapat.
Prabu Kalimantara dan para prajurit raksasa itu tertahan di Lapangan Repat Kepanasan, kemudian membuat keributan sambil berteriak-teriak seperti demonstran tak kebagian nasi bungkus, sehingga mengganggu ketenangan kahyangan. Mereka berteriak-teriak meminta kepada para Dewa agar menyerahkan Dewi Supraba untuk menjadi Permaisuri Prabu Kalimantara.

Di Kahyangan Suralaya Sang Hyang Jagat Girinata Presidennya para Dewa segera mengutus Bathara Narada untuk pergi ke Padepokan Saptaarga menemui Begawan Sekutrem.
Segera saja Bathara Narada terjun bebas dari Kahyangan dan menimbulkan angin lesus ketika sampai di Padepokan sehingga mengagetkan Begawan Sekutrem dan para cantrik.

“Eee .  .  .  bregenjong-bregenjong waru dhoyong tunggake growong .  .  Sekutremm, aku yang
datang.”

“Ada apa gerangan Pukulun Bathara Narada turun ke Padhepokan kami?”

“Emerjensi Sekutrem, Prabu Kalimantara menyerbu Kahyangan dan prajurit Dorandara
dikalahkan semua. Sekarang juga berangkatlah ke Kahyangan dan njujug saja di Repat
Kepanasan tempat Kalimantara berkumpul.”

“Sendika dhawuh, Pukulun.”

“Bunuh Kalimantara dan kamu akan mendapatken isteri Dewi Nilawati sebagi kompensasimu.
Untuk piyandel ini aku kasih senjata andalan dari Sang Hyang Siwah, panah Pasopati.”

Segera saja Begawan Sekutrem naik ke Kahyangan diiring Kyai Semar setelah Bathara Narada take off terlebih dulu.

Sampai di alun-alun Repat Kepanasan Begawan Sekutrem segera menantang Prabu Kalimantara.

“He, Kalimantara jangan merasa jantan sendiri. Lebih baik kamu menyerah beserta seluruh
prajuritmu dan nyawamu akan tertolong!”

Mendengar tantangan itu bukan main gusarnya Prabu Kalimantara sehingga saking jengkelnya nggedrug-nggedrug tanah sehingga alun-alun Repat Kepanasan menjadi longsor seperti di Banjarnegara.
Kemudian terjadilah perkelahian yang seru antara Begawan Sekutrem melawan Prabu Kalimantara yang dibantu Patih Hargadhedhali, Senopati Sarotama secara bersamaan. Karena merasa terdesak maka Begawan Sekutrem segera menarik busur dan panah Pasopati melesat berturut-turut mengenai Prabu Kalimantara, Patih Hargadhedhali dan Senopati Sarotama. Namun apa yang terjadi? Ternyata Prabu Kalimantara begitu tertancap panah Pasopati berubah menjadi Jamus Kalimasada, Patih Hargadhehali menjadi panah yang sakti, demikian juga Senopati Sarotama berubah menjadi panah pusaka yang ampuh.

Maka para prajurit raksasa dan campuran segera lari serabutan merosot turin dari alun-alun Repat Kepanasan sehingga banyak yang mati jatuh ke jurang dan tertimbun longsoran tanah.

Atas jerih payahnya itu maka Begawan Sekutrem membawa pulang Dewi Nilawati yang cantik semlohay ke Padhepokan Saptaarga, dan kemudian hari melahirkan seorang bayi laki-laki yang sungguh tampan dan diberi nama Bambang Sakri.


*sumber pewayangan

Share