Artikel bebas – edisi Agustus
SELAMAT TAHUN BARU 1 SURA
(Andreas Hutomo)
Belakangan ini ramai dengan ucapan selamat namun tanpa ramai-ramai seperti pesta atau perayaan akibat pandemi, yang berkaitan dengan datangnya Tahun Baru. Seperti Tahun Baru Masehi 1 Januari 2021, Tahun Baru Cina atau Imlek 2572 Konghili, Tahun Baru Hindu atau Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1943, Tahun Baru Budha atau Hari Raya Waisak 2565, Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 H dan Tahun Baru Jawa 1 Sura 1955.
Mengacu pada tulisan diatas maka Kalender paling tua adalah Kalender Cina, kemudian disusul Kalender Budha, Kalender Masehi, Kalender Hindu dan Kalender Jawa dan yang terakhir adalah Kalender Islam.
Banyak orang beranggapan bahwa 1 Sura sama dengan 1 Muharram, anggapan ini jelas salah karena 1 Sura Tahun Baru Jawa sedangkan 1 Muharram Tahun Baru Islam.
Kebetulan saja pada tgl 10 Agustus 2021, 1 Sura 1955 bersamaan dengan 1 Muharram 1443 H.
Penanggalan Jawa
Kalender atau Penanggalan Jawa yang tertua adalah Penanggalan Jawa Mpu Hubayun (911 SM) merupakan penanggalan yang asli dan pertama. Hal ini wajib kita syukuri karena tidak semua bangsa di dunia ini mempunyai kalender sendiri.
Kalender ini dibuat berdasarkan proses awal terjadinya alam semesta atau Sangkan dumadining Bhawana sehingga mengarah pada keselarasan alam semesta itu sendiri. Kalender Jawa ini selaras dengan aksara Jawa dan satu-satunya kalender yang tidak hanya berdasarkan hitungan angka saja.
Kalender ini berdiri di atas segala golongan termasuk agama atau suku dan berbeda dengan Kalender Jawa Sultan Agung yang banyak mengadopsi Islam. Pada waktu kerajaan Mataram dipimpin Sultan Agung (1613 – 1645), konon demi tujuan untuk kesejahteraan rakyat dan kedaulatan Negara maka dibuatlah penanggalan Jawa yang meng akulturisasi kan tiga unsur budaya yang ada pada waktu itu yaitu Jawa, Hindu dan Islam. Tetapi karena adanya perbedaan pedoman dasar yaitu peredaran Matahari untuk Penanggalan Jawa dan Kalender Hindu yang disebut Tahun Saka, sementara peredaran Bulan dipakai sebagai pedoman kalender Hijriah maka orang yang tidak memeluk agama Islam merasa tidak ikut memiliki. Akibatnya nilai-nilai kebersamaan yaitu gotong royong, guyub rukun yang menjadi ciri khas orang Jawa menjadi hilang. Pada waktu itu lalu muncul istilah tahun Aboge (tahun Alip, tanggal 1 Sura jatuh pada hari Rebo Wage) dan tahun Asapon (tahun Alip tanggal 1 Sura jatuh pada hari Selasa Pon). Perubahan kalender Jawa Tahun Saka ini terjadi pada tanggal 29 Besar 1554 disamakan dengan tanggal 1 Muharram 1043 Hijriah pada tanggal 8 Juli 1633 Masehi.
Jadi Tahun Saka sebagai Kalender orang Jawa hanya sampai tahun 1554, kemudian mulai tahun 1555 menjadi Tahun Jawa.
Rupanya pada tahun 2021 ini kembali teradi keajaiban karena tanggal 1 Sura 1955 Alip Tahun Jawa dan 1 Muharram 1443 Hijriah Tahun Islam secara bersamaan jatuh pada tanggal 10 Agustus 2021 dan pada Tahun hari Selasa Pon. Dengan demikian maka Tahun Baru Jawa 1 Sura 1955 adalah Tahun Asapon.
Karena adanya perubahan Tahun Saka menjadi Tahun Jawa tersebut maka berubah pula nama-nama hari, pasaran dan bulan.
Perubahan nama Hari
Hari ke satu disebut Radite menjadi Ahad
Hari ke dua disebut Soma menjadi Senen
Hari ke tiga disebut Anggara menjadi Selasa
Hari ke empat disebut Buda menjadi Rebo
Hari ke lima disebut Respati menjadi Kemis
Hari ke enam disebut Sukra menjadi Jemuah
Hari ke tujuh disebut Tumpak/Saniscaya menjadi Setu
Hari pertama pada kalender Jawa adalah hari Ahad dan bukan hari Senen.
Jadi kalau menurut perhitungan kalender Jawa, Tuhan menciptakan langit dan seisinya pada hari Ahad, kemudian istirahat pada hari yang ke tujuh hari Setu/Sabtu.
Perputaran terjadi setiap 7 hari sekali
Perubahan nama Pasaran
Pasaran ke satu disebut Manis menjadi Legi
Pasaran ke dua disebut Jenar menjadi Paing
Pasaran ke tiga disebut Palguna menjadi Pon
Pasaran ke empat disebut Langking menjadi Wage
Pasaran ke lima disebut Kasih menjadi Kliwon
Perputaran Pasaran terjadi setiap 5 hari sekali, sepasar lima hari
Perubahan nama Bulan
Bulan ke satu disebut Badra Warna menjadi Sura – 30 hari
Bulan ke dua disebut Asuji menjadi Sapar – 29 hari
Bulan ke tiga disebut Kartika menjadi Mulud – 30 hari
Bulan ke empat disebut Pusa menjadi Bakda Mulud – 29 hari
Bulan ke lima disebut Manggasri menjadi Jumadilawal – 30 hari
Bulan ke enam disebut Sitra menjadi Jumadilakir – 29 hari
Bulan ke tujuh disebut Manggalaka menjadi Rejeb – 30 hari
Bulan ke delapan disebut Naya menjadi Ruwah – 29 hari
Bulan ke sembilan disebut Palguna menjadi Pasa – 30 hari
Bulan ke sepuluh disebut Wisaka menjadi Sawal – 29 hari
Bulan ke sebelas disebut Jita menjadi Longkang – 30 hari
Bulan ke duabelas disebut Srawana menjadi Besar – 29 hari
Perputaran terjadi setiap 12 bulan sekali,
Setahun ada 354 hari, kecuali tahun Kabisat 355 hari
Perubahan nama Tahun
Tahun ke satu disebut Harsa menjadi tahun Alip
Tahun ke dua disebut Heruwarsa menjadi tahun Ehe
Tahun ke tiga disebut Jimantara menjadi tahun Jimawal
Tahun ke empat disebut Duryata menjadi tahun Je
Tahun ke lima disebut Dhamma menjadi tahun Dal
Tahun ke enam disebut Pitaka menjadi tahun Be
Tahun ke tujuh disebut Wahyu menjadi tahun Wawu
Tahun ke delapan disebut Dirgawarsa menjadi tahun Jimakir
Perputaran terjadi setiap 8 tahun sekali, disebut satu windu
Pawukon atau satuan Minggu
1. Sinta
2. Landep
3. Wukir
4. Kurantil
5. Tolu
6. Gumbreg
7. Warigalit
8. Warigagung
9. Julungwangi
10. Sungsang
11. Galungan
12. Kuningan
13. Langkir
14. Mandhasiya
15. Julungpujud
16. Pahang
17. Kuruwelut
18. Marakeh
19. Tambir
20. Madhangkungan
21. Maktal
22. Wuye
23. Manahil
24. Prangbakat
25. Bala
26. Wugu
27. Wayang
28. Kulawu
29. Dhukut
30. Watugunung
Satuan Wuku terdiri dari 7 hari atau satu Minggu.
Perputaran Wuku ini terjadi 210 hari sekali
Penetapan Mangsa
Penetapan Mangsa adalah sebanyak duabelas mangsa dalam satu tahun dengan jumlah
365 hari, tetapi jumlah hari tiap mangsa berbeda.
Mangsa Kasa : 23 Juni – 2 Agustus = 41 hari
Candra: Sotya murca ing embanan atau Permata terlepas dari cincin pengikatnya
Musim kemarau, daun-daun berguguran, pepohonan meranggas, tanah kehilangan airnya
Mangsa Karo : 3 Agustus-25 Agustus = 23 hari
Candra: Bantala rengka atau Tanah merekah
Musim kemarau, tanah berbongkah, pohon randu dan mangga mulai bersemi
Mangsa Ketiga : 26 Agustus-18 September = 24 hari
Candra: Suta manut ing Bapa atau Anak mengikut/patuh pada ayah
Musim kemarau, panen palawija, gadung mulai menjalar
Mangsa Kapat : 19 September-13 Oktober = 25 hari
Candra: Waspa kumembeng jroning kalbu atau Air mata berlinang dalam batin
Peralihan musim kemarau ke musim hujan, burung-burung membuat sarang
Mangsa Kalima : 14 Oktober-9 Nopember = 27 hari
Candra: Pancuran emas sumawur ing jagad atau Pancuran emas tersebar di bumi
Musim hujan, kadang disertai angin kencang dan banjir, musim buah mangga, ular keluar dari liangnya.
Mangsa Kanem : 10 Nopember-22 Desember = 43 hari
Candra: Rasa mulya kasuciyan atau Mendapatkan kebahagiaan karena perbuatan baik
Musim hujan, banyak petir, tanah longsor, musim buah-buahan
Mangsa Kapitu : 23 Desember-3 Februari = 43 hari
Candra: Wisa kentas ing maruta atau Bisa/racun disapu angin
Musim hujan, curah hujan besar sekali, burung sulit mencari makan, terjadi bencana banjir
Mangsa Kawolu : 4 Februari-1Maret = 26 hari
Candra: Hanjrah jroning kayun atau Merana di dalam hati, menangis dalam batin
Musim hujan, padi telah tumbuh, musim kucing kawin, banyak ulat
Mangsa Kasanga : 2 Maret-26 Maret = 25 hari
Candra: Wedaring wacana mulya atau Tersiarnya berita bahagia
Musim hujan, padi menguning, tanah menyimpan air, angin satu arah, musim buah
Mangsa Kasadasa : 27 Maret-19 April = 24 hari
Candra: Gedhong minep jroning kayun atau Pintu gerbang tertutup di dalam hati
Peralihan musim hujan ke musim kemarau, curah hujan masih lumayan, angin berhembus kencang, cuaca dingin
Mangsa Dhesta : 20 April-12 Mei = 23 hari
Candra: Sotya sinara wadi atau Permata hati
Musim kemarau, panen padi, burung memberi makan anaknya
Mangsa Saddha : 13 Mei-22 Juni = 41 hari
Candra: Tirta sah saka sasana atau Air lenyap dari tempatnya
Musim kemarau, lubuk berkurang airnya, volume air sumur menurun
Suran di Gereja Kristen Jawa
Di dalam Mukadimah Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Jawa tertulis:
Gereja-gereja Kristen Jawa merupakan bagian dari keluasan karya kasih Allah kepada seluruh ciptaan yang dijiwai oleh nilai-nilai Budaya Jawa serta warisan tradisi teologis sesuai konteksnya yang tidak bertentangan dengan Alkitab.
Oleh karena itu orang Jawa harus merasa memiliki dan memelihara serta melestarikan Budaya Jawa, jangan sampai terkikis oleh jaman. Kita sudah kehilangan pelajaran Budi Pekerti di sekolah, sehingga tatakrama dan unggah-ungguh mulai hilang di keluarga dan masyarakat.
Lalu apakah merayakan Tahun Baru Jawa 1 Sura bisa dilaksanakan di Gereja Kristen Jawa?
Sesuai dengan Mukadimah tersebut di atas tentu saja tidak ada masalah karena yang dirayakan adalah 1 Sura sebagai Tahun Baru Jawa dan bukan 1 Muharram sebagai Tahun Baru Islam.
Sekedar untuk diketahui bahwa 1 Sura berbeda dengan 1 Muharram bsa dilihat pada Kalender Masehi Tahun 2017, 1 Sura 1951 tahun Dal jatuh pada hari Sabtu, 23 September 2017. Sedangkan 1 Muharram 1439 H jatuh pada hari Kamis, 21 September 2017.
Ini membuktikan bahwa Tahun Baru Jawa tidak sama dengan Tahun Baru Islam.
Sudah saatnya Pemerintah berlaku adil, kalau semua Tahun Baru Masehi, Tahun Baru Saka, Tahun Baru Waisak, Tahun Baru Imlek dan Tahun Baru Islam menjadi Hari Libur maka sudah sewajarnya kalau Tahun Baru Jawa juga dijadikan Hari Libur.
Dengan lek-lekan malam 1 Sura dimaksud untuk mengoreksi diri apakah hidup kita selama ini sudah berlaku seperti apa yang diperintahkan Allah Pencipta Semesta.
Kalau orang Kristen Cina selalu merayakan Tahun Baru Imlek sebgai penghormatan terhadap pelestarian budaya Cina, maka tidak ada salahnya orang Kristen Jawa juga merayakan Tahun Baru Jawa sebagai wujud nyata dari pelestarian budaya Jawa.
*dari berbagai sumber