Renungan Minggu, 24 April 2022
BERANI HIDUP SEBAGAI SAKSI KEBANGKITAN
(Kisah Para Rasul 5: 26-32)
“ IDan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia.” (Kisah Para Rasul 5: 32)
Berani Hidup Sebagai Saksi Kebangkitan
Menjadi saksi perlu keberanian.
Bayangkan, kita melihat tetangga kita yang berbadan kekar sedang memukul isterinya.
Maukah kita melaporkan peristiwa ini ke pihak yang berwajib sebagai saksi Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
Ada banyak alasan yang bisa membuat kita tidak mau jadi saksi.
“Ah, itu kan urusan pribadi keluarganya. Tidak usah campur tangan.” “Saya takut malah nanti saya dan keluarga saya yang ganti dipukuli kalau melaporkan.” “Wah saya nggak punya waktu, urusannya bisa ribet dan lama”.
Intinya jelas, dengan beragam alasan tersebut, kita tidak ingin dan tidak berani menjadi saksi.
Menjadi saksi memang perlu keberanian, karena bisa jadi memang ada konsekuensi yang harus dihadapi.
Para rasul menunjukkan keberanian mereka sebagai saksi.
Apa yang menjadi kesaksian mereka?
Yesus yang bangkit. Allah telah membangkitkan Yesus yang disalibkan dan wafat (ayat 30). Yesus yang bangkit ini juga Yesus yang ditinggikan oleh Allah sendiri menjadi Juruselamat (ayat 31). Bersaksi semacam ini berat konsekuensinya. Mereka harus berhadapan dengan sistem keagamaan Yahudi yang menolak Yesus sebagai Mesias.
Itulah sebabnya mereka dibawa ke pengadilan.
Di pengadilan Mahkamah Agama Yahudi itulah, mereka menanggung konsekuensi atas kesaksian mereka. Mereka menyesah para rasul, dan baru kemudian melepaskannya.
Mereka bahkan tetap diperintahkan untuk tidak menjadi saksi atas nama Yesus (ayat 40).
Keberanian para rasul, bukan jenis keberanian “asal berani”.
Mereka benar-benar menunjukkan keberanian menjadi saksi kebangkitan Yesus karena mereka lebih memilih taat pada Allah yang membangkitkan Yesus dan bukan pada para pemuka agama yang menolak kebangkitan Yesus tersebut.
Mereka adalah saksi.
Saksi adalah orang yang memiliki pengalaman pertama/langsung dari suatu peristiwa yang terjadi.
Para rasul memiliki pengalaman pertama/langsung dengan Yesus yang bangkit.
Yesus yang bangkit telah menampakkan diri pada mereka.
Bagaimana mungkin mereka akan menyangkal pengalaman ini hanya demi menaati perintah Mahkamah Agama Yahudi?
Bagi mereka, konsekuensi menerima perlakuan buruk dari Mahkamah Agama Yahudi sebagai sebuah kelayakan bahkan kehormatan oleh karena nama Yesus (ayat 41).
Saat ini, kita pun diundang untuk berani hidup sebagai saksi kebangkitan.
Dalam hidup kita, bisa saja kita dihadapkan pada satu peristiwa harus memilih tetap mengikuti dan beriman pada Yesus yang bangkit atau mengingkari Dia karena berat konsekuensinya.
Ikutlah teladan para rasul yang tetap memilih ikut Yesus karena kuasa kebangkitan yang mereka alami!
Amin.
Media: GKJ-N/No.17/04/2022
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.