Renungan Minggu, 10 Juli 2022
BERBUAH DALAM KASIH
(Lukas 10: 25-37)
“ Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu;
dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. ”
(Lukas 10: 33)
Berbuah Dalam Kasih
Semua pasti setuju kalau saya mengatakan bahwa jika manusia hidup tanpa kasih satu sama lain, manusia pasti punah.
Bayangkan kalau setiap manusia hanya dipenuhi rasa benci dan permusuhan satu sama lain, manusia tidak akan bisa berkembang memenuhi bumi ini hingga 7 milyar lebih dan membangun peradaban.
Hari-hari manusia hanya akan dipenuhi konflik dan kekejaman satu sama lain.
Pada dasarnya kita bisa mengatakan bahwa dunia dengan segala peradabannya ini dibangun dalam relasi sosial satu dengan yang lainnya, bukan relasi yang antisosial satu sama lain.
Hanya relasi sosial yang terciptalah yang bisa menjadi ladang kasih untuk mekar, sebaliknya relasi antisosial hanya menyediakan ladang kebencian dan permusuhan.
Sikap antisosial ditujukan orang-orang Yahudi kepada orang Samaria. Ada latar belakang historisnya: Orang-orang Samaria dianggap bukan sebagai ras murni Yahudi, najis, dan tidak setara dengan orang Yahudi.
Ini dampak dari perkawinan silang yang direstui bangsa Asyur sebagai proyek politik bangsa Asyur yang menguasai kerajaan-kerajaan Israel(Utara) sekitar tahun 720 sM.
Sikap antisosial ini tetap tumbuh subur pada kebanyakan orang Yahudi pada zaman Yesus berkarya.
Dengan demikian, kisah Yesus mengenai orang Samaria yang murah hati ini sungguh terasa besar dampaknya bagi para pendengar Yahudi.
Melalui kisah itu mereka bisa bercermin: Siapakah sesungguhnya yang hidup dalam relasi antisosial satu dengan yang lain? Orang Samaria yang mereka benci atau diri mereka sendiri, orang-orang Yahudi?
Saya konstruksikan kira-kira apa yang dipikirkan orang Yahudi saat pertama kali mendengar kisah ini: Orang Yahudi yang dirampok itu pasti akan ditolong oleh seorang imam yang melihatnya.
Ya ampun, ternyata tidak. Imam itu melewatinya.Oke deh, barangkali imam itu sedang sibuk, atau barangkali ia tidak mau menjadi najis dengan menyentuh orang yang dirampok tersebut.
Kini sudah datang seorang Lewi. Pasti orang Lewi ini akan datang menolong karena biasa membantu pelayanan ibadah. Masak aktivis ibadah tidak mau menolong sesama Yahudi.
Wah ternyata tidak mau menolong juga.
Lalu siapa dong yang akan menolong?
Ah, tidak mungkin orang Samaria yang baru datang itu. Orang “najis” itu tidak mungkin mau menolong!
Wah ternyata orang Samaria itu yang menolong.
Kok bisa ya?
Kok ada orang Samaria yang biasa direndahkan dan dihina oleh orang Yahudi mau menolong kaum yang menghinanya?
Yesus menunjukkan kepada kita: mereka yang biasa hidup dalam relasi sosial dan bukan relasi antisosial yang akan mampu berbuah dalam kasih.
Orang Samaria telah memberikan teladan, tetap berbuah dalam kasih dalam setiap relasi sosial yang terpelihara.
Amin.
Media: GKJ-N/No.28/07/2022
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.