Renungan Minggu, 24 Juli 2022
BERTAMBAH TEGUH DALAM IMAN
(Kolose 2: 6-15)
“… hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu,
dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”
(Kolose 2:7)
Bertambah Teguh Dalam Iman
Ada iman yang teguh, ada iman yang goyah.
Seseorang yang beriman teguh, akan tetap beriman pada Tuhan apapun yang terjadi dalam hidupnya.
Kemalangan hidup, penderitaan, dan dukacita tidak akan menggoyahkan imannya kepada Tuhan.
Ia seorang pribadi yang selalu bisa merasa aman di dalam Tuhan dalam aneka kehidupan yang dialaminya.
Sebaliknya, seseorang yang goyah iman, ia hanya kuat pada saat hidup berjalan baik-baik saja.
Ketika kemalangan, penderitaan, dan dukacita menimpanya, ia mulai goyah iman.
Iman yang terus-menerus goyah bisa menyebabkan orang itu tidak lagi memercayakan hidup pada Tuhan.
Ia tidak segan-segan meninggalkan imannya.
Rasul Paulus menunjukkan kepada jemaat Kolose, bahwa dalam hidup kekristenan, keteguhan iman sesuatu yang penting. Jemaat harus memiliki keteguhan iman dalam hidup yang serba tak menentu ini. Keteguhan iman ini harus selalu dipelihara, dan bahkan diberi kesempatan untuk bertumbuh. Jadi, bukan hanya sekadar teguh, tetapi senantiasa bertambah teguh. Keteguhan yang senantiasa harus bertambah-tambah daya pelindungnya saat menghadapi tantangan hidup.
Yang menarik, kata teguh, yang dipakai Rasul Paulus diambil dalam bahasa yang biasa dipakai dalam dunia militer. Keteguhan, dalam bahasa Yunaninya stereoma, berarti juga “barisan tentara” atau “benteng” yang tak dapat diterobos. Seseorang yang beriman teguh, bagaikan barisan atau benteng yang tak dapat ditembus.
Umat Kristen di Kolose saat itu, rupanya sedang berhadapan dengan ajaran-ajaran yang bisa membuat mereka goyah dalam iman.
Ajaran-ajaran itu sering disampaikan dengan begitu menawan sehingga bisa membujuk banyak orang untuk mengikutinya. Dengan mengikuti ajaran tersebut, orang-orang Kristen tentu akan melepas imannya dalam Kristus.
Rasul Paulus menekankan dengan sungguh-sungguh bahwa hanya dalam Yesuslah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan.
Menurut saya, langkah awal agar iman kita bisa tetap teguh dan bertambah teguh adalah justru dengan menyadari bahwa kita juga orang yang rentan terhadap pengaruh-pengaruh yang membuat kita meninggalkan Kristus.
Kesadaran dan pengakuan semacam ini akan memampukan kita untuk tetap mau memperkuat diri, dengan beragam “pelindung” dan “tameng” iman.
Bertambah teguh itu berbeda dengan menjadi keras kepala atau fanatik dalam iman.
Keteguhan iman itu tindakan merangkul iman kita dengan erat dan tidak ingin melepaskannya, apapun kondisi hidup yang kita alami.
Amin.
Media: GKJ-N/No.30/07/2022
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.