Renungan Minggu, 15 Mei 2022
DARI EKSKLUSIF MENJADI INKLUSIF
(Kisah Para Rasul 11: 1-18)
“..Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup.”
(Kisah Para Rasul 11: 18)
Dari Eksklusif Menjadi Inklusif
Bayangkan, ada rumah sakit bertuliskan: Rumah sakit ini khusus untuk pasien agama tertentu.
Ketika ada orang beragama lain dalam keadaan kritis dibawa ke ruang UGD rumah sakit ini, pasien itu ditolak karena beragama lain.
Bayangkan: ada ambulans yang bertuliskan ambulans ini hanya khusus mengangkut pasien suku tertentu.
Ketika ambulans itu lewat di jalan tempat terjadinya kecelakaan, ia tidak mau mengangkut korbannya begitu mengetahui korban kecelakaan berasal dari suku lain. Hal-hal semacam itu bisa terjadi ketika suatu masyarakat dikuasai oleh kultur eksklusif(eksklusivisme).
Slogan kultur semacam ini jelas: Hanya Untuk Kalangan Sendiri.
Bagi orang-orang eksklusif, mereka yang bukan berasal dari kalangannya dianggap tidak penting, tidak berharga, bahkan dianggap tidak selevel atau semartabat dengan dirinya.
Ada sebagian orang Yahudi Kristen di Yerusalem yang ternyata memegang pandangan dan sikap eksklusif semacam ini.
Mereka menjadi resah dan menuntut pertanggungjawaban Rasul Petrus atas tindakannya bagi Kornelius dan keluarganya.
Apa yang menjadikan mereka resah?
Petrus memasuki rumah orang yang tidak bersunat.
Petrus makan bersama-sama dengan orang yang tak bersunat. Kornelius, orang yang tak bersunat tersebut, harus dijauhi karena berasal dari suku bangsa dan agama yang berbeda dengan mereka. Tambah lagi, Rasul Petrus membaptis Kornelius dan keluarganya.
Di hadapan orang-orang Kristen di Yerusalem tersebut, Rasul Petrus memberikan pertanggungjawabannya bahwa sikap hidup inklusiflah yang dikehendaki Allah dibandingkan sikap eksklusif.
Dalam sikap inklusif, orang yang berbeda dengan dirinya, entah suku atau agama, tetap dipandang sebagai orang yang bermartabat dan berharga seperti dirinya sendiri. Mereka adalah orang-orang yang layak dijadikan sahabat dan diperkenalkan juga untuk mengenal lebih dalam kasih dan penyelamatan Kristus.
Keselamatan Allah bukan berlaku “hanya untuk kalangan sendiri”. Keselamatan Allah berlaku “untuk semua kalangan.”
Sikap hidup eksklusif sebagian orang Yahudi Kristen yang mempersoalkan tindakan Rasul Petrus, terasa sangat aneh bagi kita yang terbiasa hidup dalam kemajemukan.
Kita biasa berteman dan makan bersama dengan orang-orang yang berbeda suku atau agama dengan kita.
Namun kita harus ingat, godaan eksklusivitas dalam hal suku atau agama selalu membayangi kita.
Ada banyak godaan yang mengintai kita untuk hanya memperhatikan kepentingan suku, agama atau kalangan kita sendiri.
Mari kita lawan godaan tersebut dengan menjadikan diri kita atau komunitas kita sebagai pribadi/komunitas yang tetap inklusif, bukan eksklusif.
Amin.
Media: GKJ-N/No.20/05/2022
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.