Hidup Berbangsa dan Bernegara Tanpa Kasih Berarti Hidup Tanpa Faedah (1 Korintus 13: 1-13)

Hidup Berbangsa dan Bernegara Tanpa Kasih Berarti Hidup Tanpa Faedah
(1 Korintus 13: 1-13)

“Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatuyang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak  ada faedahnya bagiku.” (1 Korintus 13: 3)

Keanekaragaman suku, budaya, ras, golongan dan agama, memang menjadi salah satu kekuatan dan kekayaan Indonesia, namun juga bisa menjadi ancaman bagi Indonesia. Sudah sejak lama Koentjaraningrat, seorang guru besar antropologi dari Universitas Indonesia mengingatkan dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan di Indonesia agar kita (khususnya bangsa Indonesia) waspada atas potensi konflik yang bisa terjadi karena keanekaragaman Indonesia, ”Untunglah bahwa hubungan antar suku-bangsa dan golongan dalam masyarakat negara kita itu, belum seburuk seperti di beberapa negara lain dengan suatu masyarakat majemuk, tetapi toh potensi terpendam untuk konflik karena masalah ketegangan antar suku-bangsa dan golongan tidak bisa kita abaikan demikian saja.”

Langsung di bagian awal perikop kita kali ini (ayat 1-4), menggambarkan kasih sebagai suatu kegiatan dan kelakuan, bukan sekadar suatu perasaan batin. Segi-segi kasih yang beraneka ragam dalam ayat-ayat ini menunjukkan sifat Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Setiap orang percaya harus berusaha untuk berkembang dalam kasih semacam ini. Termasuk dalam hidup kita sehari-hari, tidak hanya hidup di lingkup keluarga, dan berjemaat, namun juga di ranah bertetangga, dan lebih luas lagi hidup berbangsa dan bernegara. Menarik bahwa perspektif Allah melalui penegasan tulisan Rasul Paulus bahwa dalam kehidupan kekristenan, setiap tindakan orang harus didasari oleh motivasi yang sama, yaitu: KASIH. Mengapa? Karena kasih bukan sekadar identitas atau ciri kekristenan tetapi jiwa dan jati diri Kristen dan kekristenan. Dengan demikian, kasih adalah sesuatu yang mutlak ada dalam kehidupan orang Kristen. Selanjutnya Paulus mengatakan bahwa semua karunia yang orang Kristen miliki dalam menjalani dan memberi sumbangsih kepada kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak berarti apa-apa jika tidak didasari oleh kasih.

Sangat memprihatinkan di konteks Jemaat Korintus, mereka merasa dirinya memiliki karunia dari Tuhan, menjadi sombong dan mulai menganggap bahwa diri mereka lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan jemaat yang tidak memiliki karunia tersebut. Karena itu Paulus memberikan ketegasan bahwa kepandaian berbicara, bernubuat, memiliki hikmat dan pengetahuan manusia jika tidak disertai kasih hanya akan menciptakan kegaduhan, dan membuat dirinya tidak berharga. Mari orang-orang Kristen masa kini termasuk kita umat-jemaat GKJ Nehemia, kita adalah orang yang dihidupkan oleh Kristus dan bagi Kristus, mari semakin memberi ruang kepada semua perbedaan, bahkan perbedaan yang sangat tajam sekalipun. Terlebih dalam kehidupan konteks Indonesia kini (khususnya konteks Tahun Plolitik – Tahun 2019 kini) dan selamanya, mari memiliki dan menyatakan kasih Kristus itu nyata, dalam segala aspek hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita. Amin

Oleh: Pdt. Lusindo YL Tobing, M.Th.

Share