Renungan Minggu 27 September 2020
IBADAH SEBAGAI TANDA DAN KARYA: KETAATAN (Filipi 2: 12-18)
“Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar…”
(Filipi 2: 12)
Dipimpin oleh : Lusindo YL Tobing, M.Th
Ibadah Sebagai Tanda dan Karya: Ketaatan (Filipi 2: 12-18)
Ketaatan teruji ketika dalam kondisi apapun ketaatan itu dapat diwujudkan.
Seseorang yang taat beribadah hanya untuk tujuan bisa diunggah ke media sosial, belum tentu mewujudkan ketaatan yang sesungguhnya. Seseorang yang berbuat baik untuk keperluan dokumentasi juga belum tentu mewujudkan ketaatan sejati.
Rasul Paulus menghubungkan ketaatan dengan integritas.
Mereka yang memiliki integritas akan tetap taat pada Tuhan apapun kondisi hidup yang dialaminya.
Dalam konteks surat ini, jemaat Filipi tetap didorong untuk taat pada Tuhan, tidak hanya pada saat Rasul Paulus hadir bersama jemaat ini, namun ketika Rasul Paulus tidak bisa hadir bersama jemaat.
Banyak orang percaya gagal dalam integritas ketaatan ini. Mereka bisa menampakkan ketaatan dalam ibadah di gereja, namun berjumpa dengan kehidupan real, mereka tergoda untuk mengingkari ketaatan mereka kepada Tuhan. Mengapa hal semacam ini bisa terjadi? Dalam studi psikologi, kita mengenal istilah disosiasi. Disosiasi merupakan keterputusan antara apa yang diyakini dengan apa yang dilakukan. Apa yang diyakini dalam ibadah gereja tidak diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Seseorang yang beribadah di gereja bisa meyakini Tuhan adalah gembala hidupnya saat pendeta melayankan firman. Umat bisa terpukau dan bahkan terharu atas kotbah-kotbah yang ia terima dalam suatu ibadah. Namun demikian apakah yang kemudian terjadi merupakan keterkaitan antara keyakinan dan perbuatan ataukah keterputusan (disosiasi) saat menghadapi persoalan hidup, tidak ditentukan semata-mata oleh ibadahnya di gereja. Rasul Paulus sangat menyadari hal ini, sehingga ia memberi nasihatnya bagi jemaat Filipi: Tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar.
Bagi Rasul Paulus, ibadah memang tidak boleh berhenti dalam ruang ibadah. Ibadah harus terwujud secara konkret dalam kehidupan. Keselamatan yang telah diterima harus diperjuangkan dalam ketaatan dan integritas hidup. Betapapun tidak ada yang melihat dan menyaksikan ketaatan umat percaya, ketaatan tidak boleh mengalami disosiasi dalam perjalanan hidup umat.
Ada banyak godaan dan tantangan yang membuat umat bisa kehilangan ketaatan dan integritas. Kadang godaan dan tantangan itu terasa lebih berat dari kekuatan yang dimiliki orang percaya dalam kehidupan ini. Namun demikian, keterkaitan keyakinan dan perbuatan yang terjaga dengan baik pada akhirnya akan memampukan kita untuk mewujudkan ibadah sebagai tanda dan karya ketaatan. Amin.
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.