Ibadah Sebagai Tanda Dan Karya: Pemeliharaan Allah (Keluaran 16: 1-15)

Renungan Minggu 20 September 2020

IBADAH SEBAGAI TANDA DAN KARYA: PEMELIHARAAN ALLAH (Keluaran 16: 1-15)

“…Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti; maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, Allahmu.”
(Keluaran 16: 12)

Dipimpin oleh : Diky Refaldo, S.Si, Teol (Calon Pdt. GKJ Tangerang Pep. Serpong)

 

Ibadah Sebagai Tanda Dan Karya: Pemeliharaan Allah

Siapapun yang mengalami krisis hidup harus memberikan respons yang tepat agar tetap bisa menjalani hidup ini dengan baik.
Krisis juga dialami oleh umat Israel ketika mereka berada di padang gurun Sin.
Kelaparan menjadi krisis yang mereka alami dengan ketiadaan persediaan daging dan  roti yang memadai.
Respons utama mereka terhadap krisis ini adalah bersungut-sungut atas nasib yang kini mereka alami.
Mereka mengingat kembali masa yang mereka anggap lebih indah saat mereka di Mesir dibandingkan saat ini.
Walaupun saat itu mereka menjadi bangsa yang tertindas oleh Mesir, mereka masih bisa menikmati daging dan roti.
Dalam krisis kelaparan yang mereka hadapi itu, mereka berpegang pada pemahaman: lebih baik mati kenyang, daripada hidup namun kelaparan.

Bagi mereka, pembebasan dari Mesir tidak ada maknanya jika mereka harus menghadapi krisis kelaparan. Respons mereka semacam ini, menunjukkan bahwa mereka meragukan karya pemeliharaan Tuhan dalam hidup mereka. Tuhan yang telah menjanjikan umat-Nya memasuki Tanah Perjanjian, Tuhan  yang tentu saja juga akan menjaga dan memelihara umat-Nya.
Tuhan yang akhirnya mencukupkan kebutuhan pangan mereka dengan daging di waktu petang dan roti manna di pagi hari, menunjukkan bahwa keragu-raguan mereka terhadap pemeliharaan Tuhan  bukan merupakan respons yang tepat.

Paling tidak, ada dua respons yang tidak tepat saat kita menghadapi krisis dalam hidup kita,
(1) menyalahkan diri sendiri.
Kita menganggap diri kita sendiri sebagai penyebab dari krisis ini. Tentu ada krisis yang terjadi dalam hidup kita karena disebabkan oleh diri sendiri. Seorang pelajar/mahasiswa yang enggan belajar saat menghadapi ujian akhir dan mendapatkan nilai buruk, jelas  menghadapi krisis nilai buruknya disebabkan oleh dirinya sendiri. Namun ada banyak krisis yang terjadi dalam hidup kita, bukan karena kesalahan pribadi kita, sehingga menyalahkan diri sendiri tidak akan menjadi respons yang tepat  dalam membangun hidup menghadapi krisis ini,
(2) menyalahkan Tuhan.
Tuhan dianggap sebagai pihak yang harus bertanggung jawab terhadap krisis yang dihadapi. Ketika krisis tidak kunjung usai, iman kepada Tuhan ditinggalkan.
Apa gunanya beriman kepada Tuhan karena krisis hidupnya tidak kunjung selesai? Tuhan memelihara kehidupan ini dengan hikmat dan kedaulatan-Nya, bukan bergantung dengan pengertian yang kita miliki mengenai bagaimana Tuhan seharusnya menyikapi krisis ini.

Dengan kerendahan hati, kita bisa memercayai bahwa Tuhan punya cara dan kehendak sendiri dalam memelihara hidup umat-Nya saat menghadapi krisis. Amin.

 

Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th. 

Share