Ibadah Yang Disertai Rasa Cukup (1 Timotius 6: 6-10)

IBADAH YANG DISERTAI RASA CUKUP
(1 Timotius 6: 6-10)

“ Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. ” (1 Timotius 6: 6)

 

Ibadah Yang Disertai Rasa Cukup

Jika Anda bisa memilih, Anda ingin menjadi orang seperti apa: Orang yang selalu kekurangan, orang yang berkecukupan, atau menjadi orang yang berkelimpahan? Barangkali banyak orang dengan cepat lebih memilih menjadi orang yang hidup berkelimpahan. Bagi orang yang berkelimpahan, segala yang dibutuhkan pasti tercukupi, bahkan pasti lebih dari cukup.

Apakah kondisi hidup kita semacam itu bisa berdampak bagi kehidupan iman kita? Tentu bisa.
Orang yang hidup serba kekurangan bisa tumbuh pemahaman yang keliru bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak diberkati Tuhan. Kalau mereka orang yang diberkati Tuhan, pastilah mereka tidak akan hidup serba kekurangan. Apalagi kalau mereka mendengar ajaran (yang sebenarnya ajaran keliru) yang menyatakan kesuksesan adalah tanda berkat Tuhan, mereka akan semakin merasa ditinggalkan Tuhan.
Sebaliknya juga, orang yang hidup berkelimpahan bisa lalai menjaga iman mereka untuk tetap bertumbuh. Rasul Paulus mengingatkan umat Kristen bahwa akar segala kejahatan adalah cinta uang. Perhatikan baik-baik perkataan Paulus ini: akar segala kejahatan adalah cinta uang, bukan uangnya ya, tapi cintanya.

Kata Yunani yang dipakai adalah philarguria yang tidak sekadar bermakna senang punya uang banyak melainkan juga munculnya rasa serakah atau tamak untuk memiliki uang semakin banyak. Ketika rasa serakah atau tamak ini muncul, rasul Paulus menunjukkan: oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman..(ayat 10).

Rasul Paulus menunjukkan sikap yang tepat secara kristiani: Orang Kristen perlu belajar merawat dan menumbuhkan spiritualitas cukup dalam kehidupan mereka.
Apa itu spiritualitas cukup? Spiritualitas cukup merupakan spiritualitas yang membawa kita pada kesadaran untuk memohon kecukupan saja, bukan kekurangan atau kelimpahan. Spiritualitas semacam ini menggemakan ajaran Yesus dalam doa Bapa Kami: Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk tidak menjadi orang yang kekurangan makanan, juga tidak menjadi orang yang berlimpah makanan. Cukup, bukan berkelebihan, bukan kekurangan.
Lalu apa yang harus kita perbuat jika ternyata kita memiliki banyak makanan (harta)? Spiritualitas cukup tetap bisa dipelihara dengan cara kita mau menolong orang lain yang berkekurangan untuk mencukupi kebutuhan mereka melalui kepunyaan kita.

Sering saya mendengar pernyataan: bukankah rasa cukup itu relatif?
Bagi seseorang apa yang dipunyai itu sudah cukup, namun bagi orang lain apa yang dipunyai itu tidak mencukupi. Ya, pernyataan ini bisa benar.
Namun demikian, pada dasarnya kita semua sadar kapan saatnya kekurangan, kapan saatnya kita kecukupan, kapan saatnya kita berkelebihan. Jangan padamkan kesadaran ini, sehingga kita tahu kapan saatnya berbagi kelebihan kita kepada yang berkekurangan, sehingga kita tidak mudah jatuh pada philarguria dalam hidup ini.

Amin.

Media: GKJ-N/No.39/09/2022

Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.

Share