Ibadah yang Mendorong Pelayanan (Markus 9: 33-37)

“Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah.” (Markus 9: 35) 

Paus Fransiskus, beberapa bulan setelah menerima inaugurasinya sebagai Paus, mengatakan,”Dunia mengatakan kepada kita untuk mencari kesuksesan, kekuasaan, dan uang; Allah mengatakan kepada kita untuk mencari kerendahan hati, pelayanan, dan kasih”. Jadi bagi Paus, kekuasaan sesungguhnya adalah untuk melayani. Para pemegang kekuasaan, kesuksesan, dan uang semestinya membiarkan dirinya diinspirasi oleh pelayanan yang rendah hati, nyata, dan setia (99 Cara Belajar Hidup Ala Pope Francis, hal.12).

Apa yang menjadi inspirasi para murid Yesus ketika mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka? Kesuksesan? Kekuasaan? Uang? Mungkin semua itu yang ada di pikiran mereka ketika mengikuti Yesus. Barangkali masa depan yang terbayang di pikiran mereka: Rezim Romawi disingkirkan, Yesus sebagai ganti kaisar Romawi. Ketika Yesus menjadi Raja Israel, tentu saja mereka sebagai orang-orang di “lingkaran dalam” Yesus, apalagi yang dianggap terbesar di antara mereka, akan terjamin kesejahteraan, kekuasaan, uang, dan kesuksesan hidupnya.

Yesus terlihat tahu apa yang dipikirkan murid-murid-Nya ini. Ia menanggapi dengan cara yang barangkali mengagetkan mereka. Barangsiapa yang mau menjadi terbesar/terdahulu, hendaknya menjadi pelayan dari semuanya. Kata pelayan, dalam bahasa Yunaninya, diakonos, menunjuk pada seseorang yang pekerjaannya mempersiapkan meja dan makanan dalam suatu acara jamuan. Orang-orang Yunani melihat ini sebagai pekerjaan para budak. Orang merdeka tidak akan mau melakukan pekerjaan ini. Setelah itu, Yesus memeluk seorang anak kecil, yang pada zaman itu, seorang anak kurang diberi tempat dan diperhitungkan dalam struktur sosial masyarakat. Dengan melakukan tindakan semacam ini, bagi Yesus, kepelayanan akan juga tampak dalam solidaritas dan karya murid-murid terhadap mereka yang lemah, tak berarti, tersisihkan, seperti terhadap anak kecil ini.

Mampukah kita menjadikan ibadah kita sebagai inspirasi yang mendorong pelayanan kita kepada sesama? Bahkan ketika kesuksesan, kekuasaan, dan uang menjadi berkat yang diberikan Tuhan kepada kita, kita dengan sukacita bisa memakainya sebagai sarana pelayanan bagi sesama, bukan demi kepentingan kita sendiri. Amin. Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th

Share