Keluarga Hidup Dalam Spiritualitas Syukur (II Raja-raja 5: 13-19)
“Akhirnya berkatalah Naaman: “Jikalau demikian, biarlah diberikan kepada hambamu ini tanah sebanyak muatan sepasang bagal, sebab hambamu ini tidak lagi akan mempersembahkan korban bakaran atau korban sembelihan kepada allah lain kecuali kepada TUHAN.” (II Raja-raja 5: 17)
Naaman, panglima tentara Aram, sakit kusta. Naaman sangat ingin sembuh; maka ia memutuskan untuk pergi ke Israel. Ketika ia tiba di sana, ia pergi ke rumah Elisa. Elisa menyuruh pelayannya ke luar dan mengatakan kepada Naaman untuk pergi mandi di Sungai Yordan tujuh kali. Ini membuat Naaman sangat marah, dan ia berkata, ’Sungai-sungai di negeri kita lebih bagus daripada sungai mana pun di Israel!’ Setelah berkata begitu, Naaman pergi. Tapi salah seorang pelayannya berkata, ’Tuan, andai kata Elisa mengatakan supaya tuanku melakukan sesuatu yang berat, tentu tuanku akan melakukannya. Sekarang mengapakah tuanku tidak dapat kalau hanya sekedar mandi, seperti yang ia katakan?’ Naaman mendengarkan pelayannya dan pergi serta mencelupkan dirinya di Sungai Yordan tujuh kali. Setelah ia selesai, badannya menjadi kuat dan sehat!
Naaman sangat bersukacita dan bersyukur, sebab tidak sekadar mengalami mukjizat penyembuhan, ia pun mengalami anugerah yang berdampak terus bagi kelanjutan sejarah hidupnya, karena dikatakan ‘tubuhnya pulih kembali seperti tubuh seorang anak’ (14). Itu merupakan penggambaran dari anugerah Allah yang mengampuni dan mentransformasi hidup seseorang, karena pada zaman itu penyakit kusta diyakini sebagai hukuman Allah atas dosa manusia. Naaman menjadi manusia baru dengan identitas yang baru. Ini dibuktikan dengan pernyataannya bahwa ‘di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel’. Ia tidak sekadar mengatakan bahwa Allah lebih berkuasa dari dewa-dewa Siria, namun dia pun mengakui bahwa hanya ada satu Tuhan yaitu Allah Israel dan ia mengadopsi iman Israel menjadi imannya sendiri. Ia mengambil identitas sebagai umat Allah — identitas baru. Identitas Naaman yang baru ini juga ditandai dengan sikap dan karakter hidup yang baru. Hidupnya diwarnai dengan spiritualitas syukur: Mengucap syukur selalu kepada Allah.
Selamat melanjutkan kehidupan berkeluarga dan segala aktivitas studi, pekerjaan dan pelayanan kita masing-masing dengan selalu mengucap syukur dalam segala hal dan keadaan. Tuhan Allah telah dan akan terus memastikan kita dan keluarga memiliki spiritualitas beesyukur agar kita berhasil melewati berbagai pergumulan dan memenangkan perjuangan dengan firman-Nya seperti melalui Nabi Elisa: “Pergilah dengan selamat!” Amin.
Oleh: Pdt. Lusindo YL Tobing, M.Th.