LEBIH DARI SEKADAR MANUSIA DUNIAWI
(1 Korintus 3: 1-9)

“Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?” (1 Korintus 3: 3)

 

Lebih Dari Sekadar Manusia Duniawi

Rasul Paulus menyebut dalam suratnya bahwa umat jemaat di Korintus seperti “manusia duniawi” di ayat 1 – dalam bahasa Yunani “sarkinos”, bahkan mereka adalah “manusia duniawi” yang mengenal Allah, di ayat 3 – dalam bahasa Yunani “sarkikos”.
Dari perbedaan istilah yang digunakan, jelas bahwa jemaat Korintus tidaklah masuk kategori “manusia duniawi” yang tidak mengenal Allah.

“Karena kamu masih manusia duniawi.
Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?” Demikian bunyi Nas kita untuk minggu ini, tepatnya di 1 Korintus 3:3
Paulus menggunakan kata-kata di atas dalam nada ironi, agar jemaat Korintus sadar akan adanya kerancuan dalam diri mereka. Jemaat di Korintus dewasa secara rohani dan “matang” karena telah menerima Roh dan hikmat Allah, tetapi mereka seperti bayi, karena hidup seperti manusia biasa yang belum menerima Roh (coba baca ulang dan maknai ayat 4)
Seperti itulah kita, umat jemaat Tuhan di konteks zaman now.
Mari kita sadar, bertobat, dan setia kepada jati diri kita sebagai manusia yang telah mengenal Allah, semakin percaya kepada Kristus, dan telah menerima Roh.
Hal-hal inilah sebenarnya yang menjadi maksud Paulus bagi mereka. Ironi ini makin kentara ketika nyata bahwa bukti keduniawian jemaat Korintus adalah perpecahan karena pro kontra mengenai para hamba Tuhan (termaktub di ayat 5-8). Kita seperti mereka (umat jemaat di Korintus) diingatkan untuk jangan duniawi dalam tindakan mereka untuk urusan hal “rohani”, seperti membela kelompoknya dan membela konyol tokoh kelompok yang disukainya.

Firman Tuhan melalui Paulus mengajak kita untuk meluruskan hal-hal tersebut. Bahkan Paulus menggunakan metafora pertanian milik seorang tuan tanah, dengan tegas menekankan: Paulus, Apolos dan rekan-rekannya hanyalah “anak buah” Allah Sang Pemilik (coba baca ulang ayat 5, 8 dan 9).

Mari, kita sebagai manusia rohani, kita dicerahkan dengan lebih mengerti dan hidup hanya bermegah di dalam Tuhan, bukan dengan konyol bermegah dalam para hamba.

Sebab, yang terpenting dalam pertumbuhan jemaat hanyalah Allah sendiri: Semakin mengasihi Allah dan berwujud semakin mengasihi sesama manusia, juga semua ciptaan Tuhan.

Amin.

Media: GKJ-N/No.07/02/2023

Oleh: Pdt. Lusindo YL Tobing, M.Th.