“Dengan menangis mereka akan datang…, Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, di jalan yang rata, di mana mereka tidak akan tersandung…” (Yeremia 31: 7-9)
Adakah keluarga yang tidak memiliki kelemahan dan keterbatasan hidup? Tentu tidak ada! Tidak ada manusia sempurna. Tidak ada ayah atau bunda yang sempurna. Tidak ada juga anak yang sempurna. Demikian juga tidak ada keluarga yang sempurna. Keluarga mana pun, di samping memiliki kekuatan dan kelebihan, juga memiliki kelemahan dan kekurangan.
Upaya keluarga untuk mengelola kehidupan agar bisa selalu berubah menjadi baik, tidak perlu dimengerti sebagai upaya menggapai kesempurnaan. Sebuah keluarga bisa saja tidak sempurna, tapi bisa tetap baik. Memakai skala penilaian 0-10, 10 itu sempurna, namun demikian 9 atau 8 itu tetap baik. Orang tua terjebak dalam ilusi kesempurnaan jika dirundung sedih berkepanjangan mengetahui anak-anak mereka ada yang pintar dan bodoh, ada yang sehat dan disabilitas. Kelemahan dan keterbatasan yang seharusnya bisa dikelola sebagai faktor yang tetap menumbuhkan harapan, malah menjadi perusak harapan.
Umat Israel yang saat itu sedang dalam pembuangan di Babel, juga berada dalam beragam kelemahan dan keterbatasan hidup. Peristiwa pembuangan di Babel itu sendiri barangkali tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh mereka. Mereka adalah umat pilihan Allah. Tentulah berkat dan kesejahteraan yang hanya akan diberikan Tuhan setiap saat bagi mereka.
Namun demikian, bahkan umat pilihan-Nya bukan umat yang sempurna. Terlihat dalam ketaatannya kepada Tuhan, juga dalam perjalanan hidupnya. Akan tetapi, Allah tidak serta menolak yang tidak sempurna ini. Allah tetap merangkul, menerima, dan memimpin perjalanan hidup mereka. Ketika sebagai keluarga kita bisa merasakan bahkan dalam keterbatasan dan kelemahan hidup kita, Allah masih tetap menerima kita, kita akan semakin dimampukan mengelola kelemahan dan keterbatasan hidup secara lebih baik, walau tidak bisa berubah menjadi sempurna . Amin. Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.