Perjumpaan yang Mengubah dari Benci Menjadi Cinta (Kisah Para Rasul 9: 1-20)
“Lalu pergilah Ananias ke situ dan masuk ke rumah itu. Ia menumpangkan tangannya ke atas Saulus, katanya: “Saulus, saudaraku, Tuhan Yesus, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus.”
(Kisah Para Rasul 9: 17)
Sebelum “kristofani” (dalam tradisi kerabian Yahudi, suara dari langit selalu berkonotasi teofani/penyataan diri Tuhan) atau penampakan Tuhan Yesus Kristus kepada diri Saulus, ia pergi ke Damsyik dengan hati yang berkobar-kobar untuk menganiaya orang-orang Kristen, dan dengan kekuasaan dan kekuatan yang legal diberikan kepadanya (baca ayat 1 & 2). Tetapi kemudian keadaan berbalik, ia memanggil Yesus sebagai Tuhan (ayat 5), dan memasuki Damsyik dengan tidak bisa melihat (buta), menanti perintah selanjutnya dari Tuhan tanpa mengetahui apa yang akan terjadi (lihat ayat 6), hingga Ananias menumpangkan tangannya hingga Saulus bisa melihat lagi (ayat 17). Sebuah proses perjumpaan dengan Tuhan yang mengubah jahat menjadi baik, buta menjadi melihat, benci menjadi cinta, dan Saulus menjadi Paulus. Pertobatan Paulus diawali oleh suatu pembalikan keadaan. Arogansi dan keyakinannya bahwa ia sedang melakukan sesuatu yang menyenangkan hati Allah hanya dapat dihancurkan melalui peristiwa ini.
Perjumpaan Saulus dengan Tuhan Yesus yang telah bangkit, menghasilkan transformasi radikal di dalam diri Paulus. Salah satu bukti pertobatannya adalah kemudian ia menggabungkan diri dengan jemaat di Damsyik (ayat 19). Saulus, yang tadinya berhasrat membinasakan para pengikut Kristus, kemudian tinggal dalam persekutuan dengan mereka. Tak heran bila banyak jemaat yang mencurigai kehadirannya. Bukan hanya di Damsyik, jemaat di Yerusalem pun tidak mudah menerima Saulus (coba rasakan yang terjadi di ayat 21, dan paralelkan dengan ayat 26). Sebab setahu mereka, Paulus dulu mengejar-ngejar untuk membinasakan mereka. Bagaimana mungkin bisa berubah seratus delapan puluh derajat? Pemikiran maupun tingkah lakunya berubah. Saulus yang dulu “menganiaya” Tuhan Yesus, kemudian malah membuktikan bahwa Yesuslah Tuhan. Pemahaman dan komitmennya juga bertumbuh. Ia bahkan kemudian mempunyai murid-murid juga yang menyembah Kristus dan menyebarkan ajaran kasih.
Oleh karena itu, jangan pernah meremehkan kuasa Tuhan untuk mengubah hati, pikiran bahkan karakter seseorang (baik diri kita sendiri, juga mengubah jadi baik, hati dan diri pasangan kita, anak, kakak/adik, orang tua kita, saudara, tetangga, kekasih, teman, dan siapapun juga). Betapa kuat kuasa Kasih Tuhan Yesus Kristus. Rancangan-Nya berwujud pada perjumpaan yang mengubah Saulus menjadi Paulus -Rasul Paulus- yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh siapapun, termasuk oleh para murid/para pengikut Kristus, bahkan tidak pernah dibayangkan oleh Saulus sendiri! Sebelumnya ia mengejar-ngejar orang yang percaya Tuhan Yesus, kemudian setelah “benci menjadi cinta” ia rela dikejar-kejar karena imannya kepada Tuhan Yesus Kristus. Mari setia mencinta-mengasihi semua orang, jangan membenci. Mari terus membuktikan kitapun telah (dan selalu) mengalami perjumpaan demi perjumpaan dengan Kristus setiap hari, secara iman pribadi, namun melaui perjumpaan-perjumpaan kita dengan sesama manusia dan kehidupan sehari-hari: berjuang berproses menjadi memaklumi, mendoakan, mengampuni dan melayani dengan Kasih Tuhan. Benci menjadi cinta. Amin.
Oleh: Pdt. Lusindo YL Tobing, M.Th.