Renungan Minggu ADVEN III – 13 Desember 2020
PROAKTIF SEBAGAI SAKSI BAGI TERANG YANG DATANG (Yohanes 1: 1-8)
“Ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya.”
(Yohanes 1:7)
Dipimpin oleh : Pdt. Simon Rachmadi, Ph.D
Proaktif Sebagai Saksi Bagi Terang Yang Datang
Saat kita hendak membeli barang di toko daring, kita biasanya terdorong untuk membaca review barang tersebut dari para pembeli sebelumnya.
Kalau tinjauan terhadap barang tersebut bagus, kita yakin untuk membelinya.
Dalam hidup ini tampaknya kita sering memerlukan kesaksian orang lain, seperti saat kita hendak membeli barang tersebut.
Yohanes Pembaptis bersaksi untuk Yesus.
Kesaksiannya tidak bersifat egosentris.
Ketika Yohanes bersaksi, ia tidak bersaksi tentang hidupnya sendiri melainkan bersaksi tentang Yesus.
Yohanes adalah saksi tentang terang yang datang, Yohanes bukan terang itu sendiri.
Sebenarnya bisa saja Yohanes Pembaptis memilih bersaksi tentang dirinya sendiri. Ia punya kesempatan dan kuasa untuk melakukan itu. Saat itu, Yohanes tidak saja membaptis banyak orang, melainkan juga melalui baptisannya tersebut banyak orang datang menyatakan diri untuk menjadi muridnya.
Yohanes sudah memiliki banyak murid, bahkan sebelum Yesus memanggil ke dua belas murid-Nya.
Namun demikian, Yohanes tetap menghayati perannya sebagai saksi bagi terang yang akan datang.
Ia sebagai saksi (Yunani: martus) yang mewartakan terang yang sejati dalam diri Yesus.
Isi kesaksiannya terarah pada orang lain (yakni Yesus), dan bukan pada diri sendiri. Ia juga mewujudkan dirinya sebagai saksi yang proaktif bagi Yesus, karena pada dasarnya ia melakukan atas inisiatifnya sendiri, bukan karena diminta oleh Yesus.
Dalam minggu adven ini, kita diajak juga untuk bisa mewujudkan hidup kita sebagai saksi Tuhan.
Namun demikian, kita diingatkan kesaksian kita mesti terarah pada kemuliaan nama Kristus, bukan kemuliaan kita sendiri. Mereka yang bersaksi tentang kehebatannya sendiri, secara keliru telah memahami peran dirinya sebagai saksi.
Bisa saja banyak orang tidak tertarik mengenal Kristus, justru karena cara kita bersaksi telah keliru.
Seharusnya kita bersaksi tentang Kristus, kita malah bercerita tentang hidup kita yang selalu kita rasakan diberkati oleh Kristus.
Bersaksi bahwa hidup kita diberkati Tuhan, tentu tidak salah.
Namun demikian, seseorang yang bersaksi demikian harus selalu hati-hati, karena ia bisa tergelincir pada kesombongan diri. Ia menyombongkan hidupnya yang diberkati oleh Tuhan.
Alih-alih orang merasa mendapat kekuatan iman karena mendengar kesaksian kita, orang malah merasakan keraguan untuk memercayakan hidup pada Allah.
Bersaksilah seperti Yohanes, yaitu bersaksi untuk kemuliaan-Nya, bukan untuk egoisme kita.
Amin.
Media: GKJ-N/No. 50/12/2020
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.