Renungan Minggu 22 November 2020
SETIA SAMPAI AKHIR (Matius 25: 31-36)
“…Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan..”
(Matius 25: 34)
Dipimpin oleh : Pdt. Simon Rachmadi, Ph.D
Setia Sampai Akhir
Bunda Teresa dari Kolkata dalam sebuah wawancara di tahun 1974 pernah berkata, “I see God in every human being. When I wash the leper’s wounds, I feel I am nursing the Lord himself. Is it not a beautiful experience?“ Aku melihat Tuhan pada diri setiap umat manusia. Ketika aku membasuh luka-luka orang yang sakit kusta, aku merasa sedang merawat Tuhan (Yesus) sendiri. Tidakkah ini sebuah pengalaman yang indah?
Pengalaman iman yang indah bersama Tuhan, tidak sekadar dijumpai oleh Bunda Teresa ketika beribadah ataupun memanjatkan doa-doa kepada Tuhan, melainkan ketika ia bisa menjumpai Tuhan dalam bela rasanya terhadap mereka yang menderita.
Tampak jelas perkataan Bunda Teresa ini mewujudkan penghayatan imannya terhadap sabda Yesus pada perikop Injil ini.
Dalam sabda Yesus ini, ada pemisahan di antara bangsa-bangsa yang berkumpul di hadapan-Nya.
Pemisahan seorang dari yang lainnya dengan memakai gambaran seperti seorang gembala memisahkan domba dengan kambing.
Domba-domba di sebelah kanan, kambing-kambing di sebelah kiri. Mengacu pada kebiasaan gembala waktu itu, yakni di malam hari yang dingin, domba-domba yang berbulu hangat akan dipisahkan dari kambing-kambing yang memerlukan bagian kandang yang lebih panas.
Berdasarkan ukuran/kriteria apakah seseorang dipisahkan sebagai domba atau kambing?
Kriteria pemisahan tampaknya menegaskan apa yang sebelumnya juga sudah disampaikan Yesus.
“Celakalah kamu…sebab kamu memberi persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan…(Mat. 23:23); “Yang Kuhendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan…” (Mat. 12:7; Mat.9:13). Kriteria pemisahan yang dipakai adalah belas kasih pada sesama yang menderita. Mereka yang memiliki dan mewujudkan belas kasih pada sesama yang menderita: yang lapar, haus, sakit, dst. merupakan orang-orang yang diberkati Sang Bapa.
Di dalam tindakan kita menyatakan belas kasih pada sesama yang menderita, di situlah kita juga memuliakan Allah. Bukan hanya pada saat kita ibadah dan doa kita memuliakan Allah.
Bahkan belas kasih yang diwujudkan semestinya melampaui ritualisme ibadah dan doa yang dinyatakan untuk memuliakan Allah.
Kita dipanggil untuk setia sampai akhir, berarti kita tetap diajak untuk mewujudkan belas kasih kita terhadap sesama hingga akhir kehidupan kita.
Amin.
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.