Bertahan dalam Kasih dan Pengampunan (Lukas 15: 11-32)
“Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.” (Lukas 15: 20)
Kasih dan pengampunan sudah sangat terbaca-terasa di kalimat di Nats ayat 20, “Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya.” Sang Ayah setiap waktu menantikan kepulangan sang anak dengan sabar. Kalimat berikutnya semakin jelas, “lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan,” ini penjabaran simbol yang gamblang sekali melalui kisah sebuah perumpamaan dari Tuhan Yesus Kristus. Tentang Kasih. Kasih-Nya sendiri, kasih Allah Bapa di dalam Tuhan Yesus Kristus dan panggilan persekutuan Roh Kudus yang selalu rindu setiap kita yang berdosa mau kembali pulang.
Pulang di konteks pembacaan kita ini adalah pengampunan. Tepatnya memohon pengampunan dari rangkulan kasih Allah Bapa dalam Kristus, dan mendapatkan ciuman pemurnian di dalam Roh Kudus. Sehingga kita akan dimampukan selalu oleh Allah untuk kuat bertahan menjalani hidup dan pelayanan setiap kita dan kita bersama. Bukan bertahan pasif, namun kuat bertahan secara aktif: berdoa, taat merefleksikan Firman Tuhan, menyembah memuji-Nya, dan setia berjuang menyalurkan pengampunan kepada orang lain.
Mari cepat mengampuni, jangan lambat. Seperti sang ayah yang “berlari mendapatkan dia,” (baca kembali ayat 20). Apalagi menelusuri pemaknaan reflektif (sebelum perikop kali ini) perumpamaan “domba yang hilang”, lalu “dirham yang hilang” dan kini bagian tentang “anak yang hilang” menjadi semakin jelas bahwa kita adalah orang-orang berhutang yang telah dilunasi hutangnya. Dicari terus oleh Allah, diajak pulang selalu ke hati Kristus. Mari di Minggu-minggu Pra Paskah mau juga menghapus “hutang kesalahan” saudara, teman, tetangga dan sesama kita manusia. Khususnya beberapa minggu depan kita akan masuki pemaknaan Kematian Tuhan Yesus Kristus di Kayu Salib, tebus dosa-dosa kita, mari bersama dengan itu kita segera mematikan marah, kesombongan, benci dan bahkan dendam. Jangan membenci, kalau kita membenci kita membunuh. Membunuh kasih dan pengampunan itu sendiri. Mari masuk dalam penyesalan yang dalam akan kesalahan dosa kita sendiri, mensyukuri pengampunan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus untuk kita. Sehingga kita bisa mengampuni diri kita sendiri, dan benar-benar nyata mampu bertahan dengan aktif: setia mengasihi dan selalu bersedia mengampuni orang lain. Siapapun orangnya (suku, ras, bangsa dan agama apapun) dan bagaimanapun sulitnya. Agar pada akhirnya kita bersama berhasil menikmati kegirangan, sukacita dan kebahagiaan versi Allah seperti ketika gembala menemukan kembali dombanya yang hilang, atau seorang perempuan menemukan dirhamnya yang hilang, dan seperti seorang ayah bisa memeluk-mencium kembali anaknya yang terhilang, kini sudah pulang. Amin.
Oleh: Pdt. Lusindo YL Tobing, M.Th.