Berkarya Bersama Allah Dalam Keberanian Menghadapi Persoalan Hidup (Keluaran 1: 15-22)

Renungan Minggu 23 Agustus 2020

BERKARYA BERSAMA ALLAH DALAM KEBERANIAN MENGHADAPI PERSOALAN HIDUP (Keluaran 1: 15-22)

“Tetapi bidan-bidan itu takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka, dan membiarkan bayi-bayi itu hidup.”
(Keluaran 1: 17)

Dipimpin oleh : Pdt. Agus Hendratmo, M.Th

 

Berkarya Bersama Allah Dalam Keberanian Menghadapi Persoalan Hidup

Anda lebih menginginkan anak Anda menjadi anak pemberani atau anak penakut?
Kebanyakan dari kita ketika ditanyakan hal ini, akan menjawab lebih menginginkan anak kita menjadi anak pemberani.
“Wah anak saya penakut pak Agus, naik ke lantai dua sendirian tidak berani.”,
atau “Anak laki-laki saya malah  lebih penakut pak Agus, dibandingkan anak perempuan saya.”
Namun demikian, keberanian tidak sama dengan kenekatan. Asal berani  atau terlalu berani malah kadang menunjukkan tanda kadar hormon yang tidak normal atau gangguan pada sistem saraf.

Sifra dan Pua, dua orang bidan yang biasa membantu ibu-ibu Israel melahirkan anak-anaknya, menghadapi persoalan hidup yang berat. Mereka mendapat perintah langsung dari Firaun, Raja Mesir, untuk membunuh anak laki-laki Israel yang baru dilahirkan.
Bagaimana Sifra dan Pua menghadapi persoalan hidup mereka ini?
Sifra dan Pua menghadapi persoalan hidup mereka dengan keberanian. Keberanian Sifra dan Pua ini bukan jenis keberanian yang nekat. Keberanian ini muncul karena ketaatan kepada Allah lebih besar daripada ketakutan mereka terhadap raja. Dengan berani, mereka menolak perintah raja, mereka tetap menolong kelahiran bayi-bayi Israel. Sifra dan Pua ini menunjukkan kombinasi keberanian dengan kecerdasan atau hikmat.
Keberanian yang cerdas atau keberanian yang berhikmat inilah yang pada akhirnya membuka jalan bagi bangsa Israel dengan lahirnya Musa yang membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir.

Keberanian menjadi salah satu keutamaan (virtue) yang penting dalam kehidupan manusia.
Namun demikian, keberanian dilakukan bukan semata-mata untuk unjuk keberanian, asal berani, atau nekat berani. Keberanian mestilah mewujudkan keberanian yang cerdas atau keberanian yang berhikmat.
Sifra dan Pua tidak sekadar unjuk keberanian, asal berani, atau berani nekat. Kalau itu yang ditampakkan Sifra dan Pua, dengan cepat mereka akan menemui ajal di tangan Raja Firaun. Mereka yang menumbuhkan keberanian yang cerdas atau berhikmat akan tetap memakai keberanian itu sebagai instrumen ketaatan pada Allah (seperti Sifra dan Pua) sedangkan mereka yang sekadar unjuk keberanian, asal berani, atau berani nekat, akan memakai keberanian itu tanpa mempedulikan ketaatan kepada kehendak Allah.

Mari, kita terus-menerus mempraktikkan keberanian yang cerdas atau berhikmat dalam Tuhan untuk menghadapi persoalan kehidupan ini, bukan sekadar unjuk keberanian, asal berani, atau berani nekat yang justru bisa membawa kita abai terhadap kehendak dan kebenaran Tuhan. Amin.

 

Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.