Renungan Minggu, 20 Maret 2022
Pra Paskah III
BERTOBATLAH AGAR TIDAK BINASA!
(Lukas 13: 1-5)
Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.”
(Lukas 13: 5)
Bertobatlah Agar Tidak Binasa!
Siapa yang mau binasa?
Tentu tidak ada.
Tidak ada yang bersyukur atas kebinasaan yang terjadi.
Kata “binasa” itu sendiri sudah terdengar mengerikan.
Dalam KBBI misalnya, kata binasa bisa berarti hancur lebur dan musnah.
Mengerikan sekali bukan?
Bayangkan yang musnah itu manusia.
Bayangkan yang hancur lebur itu manusia.
Untuk membayangkan saja, kita sudah enggan.
Pengertian binasa semacam ini yang juga terkandung dalam kata Yunani, apollumi, saat diucapkan oleh Yesus (ayat 3 dan 5).
Mengapa kata ini bisa keluar dari mulut Yesus? Apakah Yesus sedang memberikan ancaman bagi orang-orang Yerusalem waktu itu?
Seseorang bisa saja tergoda menganggap Yesus saat itu sedang memberikan ancaman bagi orang-orang Yerusalem itu.
Namun sebenarnya kata-kata Yesus ini tidak harus dilihat sebagai ancaman, tetapi sebagai peringataan.
Ada perbedaan antara mengancam dan memperingatkan.
Mengancam itu biasanya muncul karena kemarahan.
Ancaman yang muncul merupakan luapan dari kemarahan.
Peringatan biasanya muncul bukan karena kemarahan, melainkan perhatian dan kepedulian.
Saat Yesus bersabda: tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian, yang muncul bukan luapan kemarahan Yesus, melainkan perhatian, kepedulian, dan kasih Yesus pada orang-orang Yerusalem tersebut.
Yesus peduli pada situasi keberdosaan mereka.
Yesus mengingatkan agar mereka jangan melupakan situasi keberdosaan mereka hanya karena mereka tidak mengalami nasib buruk seperti orang-orang Galilea yang dibunuh oleh Pontius Pilatus dan orang-orang yang mati dekat Siloam.
Lazim, pada waktu itu orang Yahudi memiliki pendapat bahwa orang yang mengalami malapetaka dalam hidup pastilah orang yang memiliki banyak dosa.
Semakin besar dosanya, semakin besar pula malapetaka hidup yang menimpanya.
Sebaliknya, semakin sejahtera seseorang semakin sucilah orang tersebut. Orang yang bebas dari malapetaka adalah orang yang suci dan diberkati Tuhan.
Yesus mempunyai pemahaman yang berbeda.
Kemalangan dan malapetaka tidak berhubungan langsung dengan dosa-dosa manusia.
Yang penting, justru kesadaran kita akan keberdosaan kita.
Dengan kesadaran semacam inilah, kita justru bisa mengembangkan sikap rendah hati untuk selalu bertobat, memperbarui hidup kita dalam Tuhan.
Pertobatan itu pada dasarnya sebuah sikap rendah hati untuk mau dibimbing dan ditolong Tuhan melalui jalan yang ditunjukkan-Nya bagi kita.
Ketika kita berada di jalan Tuhan, apa juga yang terjadi pada kita, baik atau buruk, pada hakikatnya kita tidak akan binasa.
Amin.
Media: GKJ-N/No.12/03/2022
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.