Pengampunan Yang Memulihkan (Kejadian 45: 1-11)

Renungan Minggu, 20 Februari 2022

PENGAMPUNAN YANG MEMULIHKAN
(Kejadian 45: 1-11)

“Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu.”
(Kejadian 45: 5
)

 

oleh : Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.

Pengampunan Yang Memulihkan

Mana yang lebih penting, keadilan atau pengampunan?
Keadilan itu penting, namun demikian pengampunan juga penting.
Keadilan bertumpu pada keseimbangan martabat kemanusiaan yang harus dipulihkan jika terjadi pelanggaran kemanusiaan.
Keseimbangan tercapai jika pelaku kejahatan mendapat balasan yang setimpal dengan kejahatannya.
Sedangkan pengampunan bertumpu pada keyakinan bahwa seseorang yang bersalah dan menyesali kesalahannya, serta ingin berbuat yang terbaik dalam kesadaran akan kesalahannya itu juga perlu mendapat kesempatan untuk menata ulang kehidupannya kembali.
Kesempatan ini kadang meniadakan hukuman yang seharusnya ditanggung.
Pengampunan semacam ini bukan sekadar asal mengampuni, melainkan pengampunan yang diberikan karena adanya tanda atau bukti bahwa kehidupan akan menjadi lebih baik bagi korban dan pelaku kekerasan ketika pengampunan itu diberikan.

Sikap pengampunan inilah yang dipilih oleh Yusuf. Yusuf mau mengampuni saudara-saudaranya yang telah menjual dirinya sebagai budak.
Yusuf tidak membalas dendam saudara-saudaranya atas nama keadilan. Namun Yusuf tidak asal mengampuni. Yusuf memiliki alasan yang kuat untuk mengampuni saudara-saudaranya.
(1)Ia melihat saudara-saudaranya telah berubah baik. Hatinya tersentuh ketika ia melihat saudara-saudaranya ini menunjukkan kasih yang besar kepada ayahnya dan kepada Benyamin, adiknya. Yehuda, dengan lantang bahkan siap menggantikan Benyamin untuk menjadi tawanan atas tuduhan bahwa Benyamin telah mencuri piala Yusuf.
Mereka telah menunjukkan kasih dan persaudaraan yang sejati.
Keluarga yang saling mendukung dan membela satu dengan yang lain dalam menghadapi persoalan hidup mereka.
Yusuf menyadari asal mengampuni juga bisa berdampak buruk, terlebih ketika tidak ada tanda-tanda penyesalan atau pertobatan dari saudara-saudaranya.
(2) Yusuf merasakan dalam pengalaman berat hidupnya tersebut, Tuhan tetap menyertai hidupnya.
Ketika ia ditolak oleh saudara-saudaranya, tidak berarti ia ditolak oleh Tuhan.
Hidupnya selalu dalam pemeliharaan Tuhan, terutama juga dalam saat-saat krisis hidupnya.

Jadi, mari jangan asal mengampuni, karena pengampunan haruslah juga mendorong perubahan hidup ke arah yang lebih baik bagi yang menerima pengampunan tersebut.
Namun juga janganlah enggan untuk mengampuni, karena pengampunan yang diberikan dengan tepat akan memulihkan kehidupan kita semua. Pengampunan yang tepat, akan berdampak baik bagi orang lain, untuk kembali menemukan kemanusiaannya dan bertumbuh dalam kebaikannya.

Amin.

Media: GKJ-N/No.08/02/2022

Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.

Share