Penyertaan Tuhan dalam Kelemahan Kita (2 Korintus 12: 1-10)

Renungan Minggu, 04 Juli 2021

PENYERTAAN TUHAN DALAM KELEMAHAN KITA (2 Korintus 12: 1-10)

“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: ”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.”
(2 Korintus 12: 9)

 

oleh : Pdt. Lusindo YL Tobing, M.Th.

 

Penyertaan TUHAN dalam Kelemahan Kita

 

Perjumpaan Paulus (dulu Saulus) dengan Kristus, waktu Paulus berada dalam perjalanan ke Damaskus.
Bagi Paulus semua pengalaman adikodrati tersebut tidak melahirkan kebanggaan diri.

Rasul Paulus malah membanggakan kelemahannya, dengan berpendapat `supaya aku jangan meninggikan diri karena pernyataan-pernyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu suatu utusan iblis (2 Korintus 12/7).

Berulang kali Paulus memohon kepada Tuhan agar beban itu diangkat dari dirinya.
Namun Paulus kembali harus tunduk pada otoritas Tuhan, karena dalam hambatan inilah kuasa Kasih Karunia Tuhan yang semakin disempurnakan di dalam diri Paulus

Ibu, bapak dan saudara-saudari.
Terlebih di angka Covid yang sangat tinggi (tertinggi di sekitar saru setengah tahun pandemi) sekarang ini. Kita semakin menyadari dan merasakan bahwa Kasih karunia adalah kehadiran, kemurahan, dan kuasa Allah.
Ini merupakan suatu daya, suatu kekuatan sorgawi yang dikaruniakan kepada kita yang berseru kepada Allah dalam kelemahan.

1. Penyertaan Tuhan dalam Kelemahan Kita
Nas kita: “Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” (2 Korintus 12:9)
Semakin besar kelemahan dan pencobaan kita karena Kristus, semakin besar kasih karunia yang akan diberikan Allah untuk melaksanakan kehendak-Nya.
Apa yang dikaruniakan-Nya akan selalu cukup bagi kita untuk menjalankan kehidupan sehari-hari, melayani-Nya, dan memikul penderitaan dan “duri” di dalam daging itu.

Ini merupakan suatu asas yang berlawanan dalam Kekristenan: pada waktu kita lemah dalam diri kita, maka kita juga kuat di dalam kasih karunia Yesus Kristus Tuhan kita.
Ketika kita menyadari kelemahan kita, maka kita akan datang kepada Kristus dan layak menerima kekuatan dari-Nya lalu mengalami curahan kekuatan dan kasih karunia ilahi.

2. Terlebih Suka Bermegah Atas Kelemahan
Kata “bermegah atas kelemahannya” dan “bersuka di dalamnya” (2 Korintus 12:9&10).
Yang dimaksudkan bukanlah kelemahan dosa (yang pantas membuat kita malu dan sedih), melainkan penderitaan, celaan, kekurangan, penganiayaan, dan kesusahan yang dialaminya demi Kristus.

Alasan dia bermegah dan bersukacita atas hal-hal ini adalah karena semuanya itu merupakan kesempatan bagi Kristus untuk menyatakan kuasa dan kecukupan kasih karunia-Nya bagi dia.
Melalui semuanya itulah Rasul Paulus begitu sering mengalami kekuatan kasih karunia ilahi sehingga dapat berkata, jika aku lemah, maka aku kuat.

Semakin kita sadar kerapuhan kita, maka semakin kita kuat! Tepatnya dikuatkan Tuhan.
Rasul Paulus merengkuh kerapuhan, ia membicarakan hal ini dengan bersahaja dan rendah hati. Orang bisa saja beranggapan bahwa seseorang yang pernah menerima penglihatan dan penyataan seperti ini pasti akan membangga-banggakannya.
Tetapi Paulus berkata, Aku harus bermegah, sekalipun memang hal itu tidak ada faedahnya. Oleh sebab itu ia tidak langsung membicarakan hal ini, bahkan sampai empat belas tahun kemudian (bisa dibaca ulang 2 Korintus 12:2).
Dia merasa enggan dan sepertinya terpaksa melakukannya karena alasan yang cukup penting. Sekali lagi, ia berbicara tentang diri sendiri sebagai orang ketiga.
Dia tidak berkata, akulah itu orang yang menerima kehormatan melebihi orang lain.

Lagi-lagi kerendahan hatinya terlihat dari caranya menahan diri.
Hal ini jelas memperlihatkan bahwa ia lebih suka tidak membicarakan terus hal ini. Demikianlah Paulus, yang sebenarnya tidak kalah dengan rasul-rasul lain dalam hal martabat, justru sangat menonjol kerendahan hatinya.
Perhatikanlah, sangatlah baik untuk memiliki roh rendah hati meskipun sedang mencapai berbagai keberhasilan yang tinggi, dan mereka yang merendahkan diri justru akan ditinggikan.

Kita harus bangga dan melihat nilai kekal dalam kelemahan kita, karena dengan demikian kuasa Kristus ada bersama kita dan diam dalam diri kita sementara kita menempuh hidup ini menuju ke rumah sorgawi kita.
Walau Paulus merasa tidak perlu untuk mengungkapkannya kembali, ia bermaksud agar terhindar dari sikap tinggi hati. Meskipun Paulus punya banyak alasan untuk bermegah diri.
Walaupun telah mengalami peristiwa pertobatan yang hebat.
Paulus tidak ingin membanggakannya.
Sewaktu dia mengungkapkan kembali penglihatannya,
Paulus membanggakan Kuasa Tuhan Allah yang bekerja atas dirinya dan melalui perjalanan kehidupan Paulus yang semakin dipakai Tuhan menjadi alat Tuhan untuk mewartakan kabar baik kepada banyak orang di banyak tempat.

Mari mewartakan kabar baik justru di keadaan kelemahan kita.
Mari saling mendoakan dan semakin peka juga peduli berbagi, justru karena kita mengakui tiap kita rapuh dan lemah. Namun kita bermegah karena dan untuk Kemuliaan Kasih Setia Tuhan kepada kita yang lemah.

Amin.

Media: GKJ-N/No.27/07/2021

Oleh: Pdt. Lusindo YL Tobing, M.Th.

Share