Perjumpaan yang Menghapus Sekat-sekat Prasangka dan Diskriminasi (Kisah Para Rasul 11: 1-18)
“Jadi jika Allah memberikan karunia-Nya kepada mereka sama seperti kepada kita pada waktu kita mulai percaya kepada Yesus Kristus, bagaimanakah mungkin aku mencegah Dia?” (Kisah Para Rasul 11: 17)
Sekat-sekat prasangka dan diskriminasi sudah langsung terlacak saat kita membaca teks kali ini: ketika Rasul Simon Petrus masuk Kota Yerusalem, dan orang-orang dari golongan yang bersunat (adalah orang-orang Yahudi yang telah dipertobatkan dan masih memelihara pentingnya sunat) berselisih pendapat dengan dia. Mereka mengecam perbuatan Petrus yang telah masuk ke rumah orang-orang yang tidak bersunat dan makan bersama. Mereka beranggapan itu sebagai suatu kejahatan, dan Petrus telah menodai jika bukan mengkhianati, kehormatan jabatan kerasulannya, sehingga harus dibawa ke hadapan jemaat. Lalu Petrus memberikan penjelasan yang lengkap dan memadai tentang persoalan itu. Ia tidak menambah-nambah lagi pernyataan untuk membela diri atau meminta maaf untuk memuaskan hati mereka (Kisah Para Rasul 11: 4), sebaliknya, Petrus menjelaskan dengan runtut bahwa Allah sendiri yang datang kepadanya melalui penglihatan.
Petrus memberi tahu mereka bahwa penglihatan itu terjadi sampai tiga kali (Kisah Para Rasul 11: 10). Perintah yang sama, yaitu untuk menyembelih dan memakan, dan alasan yang sama, yaitu bahwa apa yang telah dinyatakan tahir oleh Allah tidak boleh disebut haram, diulangi untuk kedua dan ketiga kalinya. Dan, untuk menegaskan lebih jauh kepadanya bahwa itu adalah penglihatan ilahi, hal-hal yang dilihatnya itu tidak hilang begitu saja, tetapi semuanya ditarik kembali ke langit, yaitu dari mana mereka turun. Begitu pula selanjutnya, ketika Petrus mendapat tuntunan khusus dari Roh Kudus menyuruh dia pergi bersama mereka yang diutus dari Kaisarea itu, dengan tidak bimbang (Kisah Para Rasul 11: 11-12). Meskipun orang-orang yang hendak didatanginya dan yang berangkat bersamanya itu bukan orang Yahudi, ia tidak boleh ragu pergi bersama mereka. Sebaliknya, Kornelius juga mendapat penglihatan, dan berdasarkan penglihatan itu ia dituntun untuk menyuruh orang pergi kepada Petrus (Kisah Para Rasul 11: 13). Kornelius diteguhkan oleh penglihatan Petrus. “Ia akan menyampaikan suatu berita kepada kamu, yang akan mendatangkan keselamatan bagimu dan bagi seluruh isi rumahmu (Kisah Para Rasul 11: 14), dan karena itu sangatlah penting bagimu, dan sangat besar manfaatnya untukmu, jika kamu menyuruh orang pergi kepadanya.” “Perjumpaan” kedua kisah ini melengkapi bukti bahwa Allah memang berkehendak supaya Petrus membawa orang-orang bukan-Yahudi itu ke dalam persekutuan jemaat. Juga menegaskan peran Roh Kudus dalam mengubah pandangan yang sudah terkotak-kotak dan kaku tersebut, mengubah hati mereka yang terbelenggu tradisi menjadi hati yang hangat dan penuh kasih, menghapuskan sekat-sekat prasangka dan diskriminasi.
Tidak peduli apa latar belakang kita dan orang lain (baik suku, ras, bangsa dan bahkan pemeluk agama lainnya) tugas membangun “perjumpaan” dan atau “jembatan” dengan memulihkan relasi antar manusia adalah pekerjaan yang tidak mudah, kalau tidak dapat dikatakan mustahil. Namun dengan mendalami pembacaan kali ini, kita diajar Tuhan melalui sosok serta sikap dan pelayanan seorang Rasul Petrus bahwa penghapusan sekat-sekat itu adalah pekerjaan Roh Kudus. Baik dii dalam gereja (diri pribadi dan keluarga kita) dan berwujud di kehidupan nyata kita dengan sesama manusia, serta segala ciptaan Tuhan di dunia ini. Ketika kita tidak berburuk sangka kepada siapapun, dengan waspada tetap tetap bersedia menerima siapapun di lingkungan bagaimanapun, lebih berani memberi ruang kepada perbedaan, saling menghargai, menghormati dan tulus mengasihi tanpa membeda-bedakan. Karena, kita pun sudah dan selalu diterima Tuhan apa adanya. Amin.
Oleh: Pdt. Lusindo YL Tobing, M.Th.