Setia Mewujudkan Makna Sakramen Perjamuan dalam Hidup Sehari-hari
(Yohanes 2: 1-11)
“Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya.”(Yohanes 2:11)
Tuhan Yesus Kristus bersama para murid hadir di pesta perkawinan dua orang tanpa nama di Kana. Karya Tuhan Yesus pada perjamuan kawin di Kana adalah pernyataan kepedulian Allah atas kehidupan manusia berdosa yang sarat bencana dan tragedi. Tanda atau mujizat pertama Kristus hadir membangkitkan diskusi-diskusi teologis mengenai siapa diri-Nya, dan memunculkan makna dan ajaran (salah satunya) tentang Sakramen Perjamuan Kudus.
Mengenai dan menjelaskan Sakramen Perjamuan, pihak Gereja Katolik mengajarkan ajaran transubstansiasi (bukan hanya sebuah tanda atau simbol, tetapi juga adalah tubuh dan darah Yesus Kristus dalam kenyataan yang sebenarnya), Luther mengajarkan ajaran konsubstansiasi (substansi dari roti dan anggur masih tetap ada), Zwingli mengajarkan ajaran memorialisme bahwa roti dan anggur dalam perjamuan kudus hanyalah simbol saja, dan Calvin mengajarkan ajaran bahwa roti dan anggur dalam perjamuan Kudus adalah simbol sekaligus tanda Kristus hadir pada saat itu secara rohani. Namun makna yang mau kita bawa dalam kehidupan sehari-hari adalah respons syukur kita terhadap keselamatan dan mendorong kita untuk tetap setia kepada Kristus. Dia hadir untuk memberikan anggur baru kehidupan dalam hubungan-hubungan agar diperbarui. Kepedulian-Nya pada relasi antar manusia harus menjadi teladan kita, para murid-Nya di zaman now. Seperti pemaknaan oleh penulis Injil Yohanes, yang harus ditekankan adalah penyataan kemuliaan Yesus Kristus, serta tanggapan murid-murid-Nya, yaitu iman. Anggur baru yang menyatakan kemuliaan-Nya setiap hari melalui kehidupan kita menjadikan sebuah Perjamuan Kudus sebagai Perjamuan Tuhan, inilah makna Sakramen Perjamuan. Termasuk khususnya di Sakramen Perjamuan Kudus yang pertama di Tahun 2019 saat ini.
Oleh karena makna tersebut, sejauh mana kehidupan kita layak dan kudus di hadapan Allah sebagai tubuh Kristus dan seberapa banyak kita menyajikan perjamuan karya Kasih Tuhan Yesus itu kepada orang lain? Sehingga lebih banyak orang akhirnya bisa “mengambil bagian” juga dalam Perjamuan Kudus yang setiap hari, baik dalam Ibadah Minggu, juga dalam kehidupan bertetangga dan masyarakat, ada perjuangan membagikan cinta kasih, kepeduliaan dan membawa damai sejahtera setiap hari hingga kedatangan-Nya kedua kali, saat sama-sama dalam Perjamuan Kekal di surga nanti. Amin.
Oleh: Pdt. Lusindo YL Tobing, M.Th.