Renungan Minggu 13 September 2020
IBADAH SEBAGAI TANDA DAN KARYA: PENGAMPUNAN (Matius 18: 21-35)
“Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
(Matius 18: 22)
Dipimpin oleh : Pdt. Agus Hendratmo, M.Th
Ibadah Sebagai Tanda Dan Karya: Pengampunan (Matius 18: 21-35)
Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak bisa mengampuni pihak lain.
Seringkali saya mendengar jemaat berkata kepada saya: “Mengampuni itu tidak mudah”.
Benar, saya setuju! Banyak faktor yang membuat seseorang tidak bisa dengan mudah mengampuni.
Salah satu faktor terkait dengan besar-kecilnya penderitaan yang dialami seseorang karena perlakuan pihak lain. Seorang istri yang ditampar oleh suaminya mungkin masih bisa memberi pengampunan pada suaminya.
Namun, bisa jadi istri tidak lagi akan mengampuni suaminya ketika suaminya memiliki wanita idaman lain (WIL).
Mengapa mengampuni itu tidak mudah? Mengampuni itu tidak mudah karena dalam tindakan mengampuni kita memberi lebih, bagi orang yang kita ampuni itu. Bukan hanya sekadar memberi, tetapi memberi lebih.
Seorang penulis pernah mengungkapkan, dalam bahasa Inggris, kata forgive (mengampuni), terbentuk dari dua kata: for (untuk, memberi) dan give (memberi).
Jadi tindakan mengampuni ( for dan give) berarti memberi dua kali, memberi lebih, kepada seseorang yang sebenarnya tidak layak menerima pemberian itu karena kesalahannya yang besar kepada kita.
Meski mengampuni tidak mudah, bukan berarti pengampunan tidak mungkin. Belas kasih dalam diri seseorang sering melampaui dan mengatasi ketidakmudahan untuk mengampuni ini. Belas kasih memudahkan pengampunan terwujud. Terlebih, kesadaran kita atas belas kasih yang sebelumnya telah kita terima dari Allah sepanjang hidup kita, akan memampukan kita juga untuk melampaui hitungan untung dan rugi dalam mengampuni sesama kita.
Ketika Petrus bertanya kepada Yesus apakah ia harus mengampuni sampai tujuh kali, Yesus menjawab bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali, tujuh kali. Artinya, berapa kali kita mengampuni bisa tak terbatas. Pengampunan itu melampaui ukuran untung dan rugi.
Kalau Petrus terpaku pada tujuh kali banyaknya, kemudian tidak lagi mau mengampuni jika sudah melampaui tujuh kali, berarti Petrus masih tejebak pada untung dan rugi, dan bukan belas kasih.
Dari studi neurosains kita mengetahui, pengampunan yang kita berikan, tidak hanya penting bagi kesehatan mental-psikologis kita, tetapi juga pertumbuhan iman kita.
Ketika kita mengampuni, yang terucap adalah kebaikan bagi semua pihak, bukan kutuk bagi semua pihak.
Ketika kita mengampuni, iman kita tidak semakin melemah, justru iman kita semakin menguat.
Ketika kita mengampuni, ibadah kita menjadi tanda dan karya pengampunan Allah yang lebih dulu kita terima Amin.
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.