Berkarya Bersama Dalam Persaudaraan Yang Rukun Dengan Sesama (Mazmur 133: 1-3)

Renungan Minggu 16 Agustus 2020

BERKARYA BERSAMA DALAM PERSAUDARAAN YANG RUKUN DENGAN SESAMA (Mazmur 133: 1-3)

“Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun.”
(Mazmur 133: 1)

Dipimpin oleh : Pdt. Simon Rachmadi, Ph.D

 

Ada nasihat dalam budaya Jawa, sayuk rukun saiyeg saeka praya.
Nasihat ini artinya bekerja sama dengan rukun demi mencapai hasil bagi kepentingan bersama.
Nasihat lain yang barangkali lebih sering terdengar, rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.
Nasihat ini berarti kerukunan membawa kesejahteraan, sebaliknya pertikaian mendatangkan kehancuran.
Nasihat semacam ini senada dengan ungkapan “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.
Nasihat ini pada dasarnya menggambarkan keutamaan kerukunan  dalam kehidupan bersama.

Tentu saja, pada dasarnya manusia selalu ingin bisa hidup rukun dalam komunitas sosialnya. Memangnya ada manusia yang selalu ingin mencari keributan?
Namun demikan dalam komunitas yang lebih majemuk, kerukunan satu dengan yang lain, tidaklah otomatis terjadi, tetapi harus diupayakan.

Panggilan untuk hidup dalam kerukunan juga digemakan oleh sang pemazmur. Suku-suku di Israel rentan juga terhadap konflik antarsuku. Semakin kuat konflik di antara mereka, tentu semakin lemah pertahanan mereka terhadap serangan dari bangsa-bangsa sekitar Israel.
Sebaliknya,  semakin rukun kehidupan mereka, semakin kuat pula pertahanan mereka. Bagi sang pemazmur, dampak hidup rukun sangat besar, tidak hanya dirasakan oleh satu suku di Israel, melainkan kedua belas suku yang ada di Israel.
Itulah sebabnya sang pemazmur menuliskan hidup bersama dengan rukun bagaikan minyak yang tidak hanya meresap di kepala saja, tetapi juga sampai di janggut dan leher. Kerukunan bagaikan embun yang menetes tidak hanya di gunung Hermon, tetapi juga di gunung-gunung lainnya.
Meski demikian, sang pemazmur tidak melihat kerukunan sekadar masalah pertahanan hidup (survival) menghadapi serangan bangsa-bangsa lain, melainkan juga janji Tuhan. Bangsa yang rukun adalah bangsa yang diberkati Tuhan. Ia mengatakan,”Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya.”

Bagi bangsa kita, hidup rukun dengan sesama menjadi kebutuhan primer. Kemajemukan suku bangsa, bahasa, dan agama tidak akan bisa dikelola dengan baik kalau masyarakat tidak mau membiasakan hidup bersama dengan rukun. Masing-masing budaya, suku bangsa, dan agama memiliki nasihat dan hikmat hidup dalam kerukunan yang bisa digali dan diwujudkan dalam kehidupan bersama di negara Indonesia ini.
Hal ini perlu  diwujudkan karena kita mendambakan negara Indonesia yang tetap lestari dalam kemajemuka , dan karena kita yakin inilah panggilan iman kita juga di negara Indonesia tercinta ini. Amin.

 

Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.

Share