BERJALAN DI DALAM TERANG TUHAN
(Yesaya 2: 1-5)
“Hai kaum keturunan Yakub, mari kita berjalan di dalam terang TUHAN!”
(Yesaya 2: 5)
Berjalan Di Dalam Terang TUHAN
Pernahkan kita bayangkan jika bumi ini gelap gulita tanpa mendapat terang atau pencahayaan dari matahari?
Ya, bumi tidak akan seperti sekarang ini. Dan yang paling penting, bumi tidak akan menopang kehidupan bagi kita.
Manusia tidak akan pernah ada di bumi jika planet bumi kita tidak mendapat pencahayaan dari matahari.
Manusia lebih mencintai terang daripada kegelapan. Dalam teranglah, manusia bisa menemukan kehidupan. Tanpa terang, tiada kehidupan. Keyakinan ini tidak hanya dipahami secara harfiah, namun juga kiasan. Bahasa manusia menunjukkan bentuk bahasa yang lebih menyukai sesuatu yang menggambarkan terang dibandingkan gelap. Sesuatu yang baik diasalkan dari terang, sedangkan sesuatu yang buruk diasalkan dari gelap.
Kiasan terang juga tampak dalam firman yang dinyatakan kepada nabi Yesaya terkait masa depan yang akan dialami oleh kerajaan Yehuda. Di ayat 5 ada ajakan bagi kaum Yehuda untuk berjalan di dalam terang Tuhan. “Mari kita berjalan di dalam terang Tuhan!” Apa maksudnya? Kita diajak berjalan menempuh jalan damai sejahtera Tuhan, bukan jalan kekerasan, perang, kebencian, dalam relasi kita dengan sesama.
Saat berjalan di jalan Tuhan, kita akan menemukan bahwa “pedang-pedang akan ditempa menjadi mata bajak”, “tombak-tombak menjadi pisau pemangkas”, “tidak akan lagi mengangkat pedang”, dan “ tidak akan lagi belajar perang.” Firman yang dinyatakan kepada nabi Yesaya ini tidak sekadar menggambarkan nubuat masa depan dunia ini secara eskatologis, melainkan sebagai ajakan untuk mulai memproyeksikan atau mewujudkan firman ini dalam kehidupan umat sehari-hari.
Siapapun yang berjalan dalam terang Tuhan, saat ini juga diajak menjalani hidup yang ditandai dengan penolakan kebencian, kekerasan, dan perang terhadap sesamanya.
Mampukah manusia berjalan dalam terang Tuhan? Akankah yang terjadi justru sebaliknya, manusia memilih jalan gelap, jalan yang dipenuhi dengan kebencian, kekerasan, dan perang? Kalau kita meyaksikan perang antara Rusia dan Ukraina yang masih belum usai, kita menjadi lebih mudah percaya bahwa sulit bagi manusia untuk hidup dalam jalan terang. Belum lagi, berita sehari-hari yang kita baca dan saksikan di media menunjukkann kekerasan dan kebencian yang tiada hentinya terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Kebencian, kekerasan, dan perang terasa sebagai sesuatu yang normal dalam peradaban manusia dibandingkan damai. Hidup manusia seakan lekat pada kekerasan dibandingkan kedamaian.
Apapun yang terjadi, tidak perlu membuat manusia kehilangan pengharapan untuk hadirnya damai sejahtera Allah di dunia ini. Paling tidak, kita bisa mulai dengan tetap “berjalan dalam terang Tuhan.” Kita tetap menghadirkan komitmen kita untuk menolak menjalani hidup ini dalam kebencian dan permusuhan terhadap sesama kita.
Berita kekerasan dan perang yang kita dengar dan lihat, tidak perlu membuat kita surut dalam jalan terang kita, melainkan justru menjadi tantangan bagi kita setia dalam jalan terang tersebut.
Amin.
Media: GKJ-N/No.48/11/2022
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.