IMAN TIDAK TERPISAHKAN DARI PELAYANAN KASIH” (2 KORINTUS 8: 7-15)
”Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, – dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami – demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini?” (2 Korintus 8: 7)
Iman Tidak Terpisahkan Dari Pelayanan Kasih
Ada salah paham yang umum. Iman hanya dipahami terkait apa yang kita percayai, bukan terhubung dengan apa yang kita lakukan. Tentu, pada dasarnya, iman tidak bisa diisolasi dari tindakan. Dalam keyakinan kristiani, kita sudah mengenal dua pemahaman yang sangat penting kaitan antara iman dan kasih. Pertama, iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati. Kedua, di antara iman, pengharapan, dan kasih, yang paling besar di antaranya adalah kasih. Dengan demikian, iman memang tidak terpisahkan dari pelayanan kasih.
Hal ini jugalah yang tetap ditekankan oleh Rasul Paulus. Rasul Paulus memuji keberadaan jemaat Korintus. Jemaat Korintus adalah jemaat yang besar dan kaya. Bukan sekadar kaya secara materi, melainkan dalam banyak hal. Disebutkan rupa-rupa kekayaan jemaat Korintus, yakni kaya dalam iman, kaya dalam perkataan, kaya dalam pengetahuan, kaya dalam kesungguhan untuk membantu, dan kaya dalam kasih untuk mendukung pelayanan Rasul Paulus. Dengan kekayaan yang dimiliki oleh jemaat Korintus, Rasul Paulus mengingatkan bahwa mereka juga bisa berperan penting dalam menolong jemaat lain yang memiliki “kondisi berkat” yang tidak sama seperti mereka.
Konteks saat itu adalah jemaat Yerusalem. Kondisi jemaat Yerusalem tidak sama dengan kondisi jemaat Korintus. Jemaat Yerusalem memang merupakan jemaat yang tetap masih bisa bertahan dalam mewujudkan panggilannya saat itu. Namun demikian, ada banyak hal yang tidak bisa diwujudkan dengan baik. Salah satunya yang terabaikan karena kemampuan finansial jemaat Yerusalem adalah pelayanan diakonia bagi umat Yerusalem. Pelayanan diakonia menjadi tersisihkan.
Dalam konteks semacam inilah, Rasul Paulus mendorong jemaat Korintus untuk peduli pada jemaat Yerusalem. Mereka adalah jemaat kaya, tentu tidak semestinya mereka tutup mata dengan kondisi jemaat Yerusalem. Karena lebih mudah menutup mata, daripada membuka mata. Gereja yang menutup mata, tidak akan melihat kesulitan gereja lain. Gereja yang membuka mata akan melihat ternyata ada gereja lain yang memerlukan pertolongan mereka karena “kondisi berkat” yang berbeda. Gereja perlu memberikan pertolongan, namun demikian pertolongan itu tetap harus bisa lahir dari rasa rela atau ikhlas, bukan dari rasa terpaksa atau dibebani.
Iman memang harus membuka mata, iman yang menutup mata tidak akan terhubung dengan pelayanan kasih, melainkan kepentingan dan keselamatan diri sendiri. “Kondisi berkat” yang lebih baik kita terima, semestinya menjadi dorongan bagi kita untuk bisa rela dan ikhlas menolong mereka yang memang memerlukan pelayanan kasih kita.
Amin.
Media: GKJ-N/No.05/06/2024
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.