IMAN YANG MEMANUSIAKAN MANUSIA (MARKUS 3: 1-6)

“Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?”
(Markus 3: 4
)

Iman Yang Memanusiakan Manusia

Banyak diantara kita memiliki prinsip dan komitmen yang kokoh dalam menjalani kehidupan. Salah satunya adalah sikap menjunjung tinggi berbagai aturan yang disepakati dalam kehidupan. Masih banyak yang berpikir bahwa berbagai prosedur dan aturan di lingkungan yang berlaku adalah hal yang patut untuk diterapkan dengan sebaik mungkin tanpa melihat latar belakang situasi yang ada.

Suatu hari, seorang pekerja di sebuah pabrik garmen datang terlambat. Menurut aturan pabrik itu, pekerja yang terlambat 10 menit akan dipotong 50 persen (%) dari gaji hariannya. Sekalipun sudah mengutarakan alasan keterlambatannya, pihak pabrik tetap tidak mau tahu dan tetap menjalankan aturannya. Beberapa hari kemudian, sang pemilik pabrik mendapat telepon dari rumah sakit dalam rangka memberi ucapan terima kasih kepada pekerja pabrik tersebut karena jasanya dalam menyelamatkan seorang anak yang kecelakaan di jalan beberapa waktu lalu; dan atas jasanya itu, pihak rumah sakit ingin memberinya sebuah penghargaan. Sang pemilik pabrik yang mendengar hal itu pun merasa malu, karena ia telah menjatuhkan hukuman dan mengabaikan alasan keterlambatan dari salah satu pekerja pabrik tersebut. Hati pemiliki pabrik yang keras karena ditutup oleh prinsip yang dibuatnya membuat ia dengan mudah menjatuhkan hukuman kepada orang baik karena hanya mendasarkan pada sebuah aturan yang kaku tanpa sedikit pun memedulikan nilai kemanusiaan.

Sama halnya dengan sikap keras hati yang ada dalam diri orang-orang Farisi pada bacaan Injil hari ini, yakni Markus 3 : 1 – 6. Oleh karena prinsip mereka dalam menjalankan aturan dan tradisi Yahudi telah membuat hati mereka menjadi mati untuk berbelas kasih ketika diperhadapkan dengan sesama yang menderita, bahkan dalam situasi tersebut, mereka tetap mencari alasan maupun kesempatan untuk menyudutkan Yesus (ayat 2).

Namun, Yesus dengan tegas dan tanpa rasa takut menegur sikap orang-orang Farisi tersebut, ”manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuhnya?” (ayat 4). Kata-kata Yesus itu merupakan teguran keras yang menunjukkan bahwa berbuat baik dan benar untuk keselamatan manusia berada di atas segala aturan dan hukum.

Peristiwa ini mengajak kita melihat bahwa tradisi hukum telah menghancurkan pikiran dan rasa kemanusiaan manusia. Dalam menjalani kehidupan, tidak jarang kita dihadapkan dengan pilihan yang sulit antara memilih untuk menolong sesama dan dianggap melanggar aturan atau memilih tidak melanggar aturan tetapi menelantarkan sesama.

Oleh karena itu, Injil ini memberikan teguran keras bagi kita semua untuk memiliki iman yang memanusiakan manusia melalui perlakuan kepada orang lain dengan penuh kasih. Mari kita mengulas kembali berbagai peraturan yang ada dalam kehidupan kita, apakah semua itu membuat orang merasa dipedulikan atau justru membuat orang merasa takut untuk masuk ke dalamnya? Dan apakah kita akan mengikuti teladan Yesus dalam kehidupan kita? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengundang kita untuk semakin berefleksi akan segala peraturan yang kita jalankan. Kita diundang untuk mengerti akan nilai apa yang mau dicapai ketika kita menjalankan peraturan ataupun kesepakatan dalam kebersamaan kita.

Mari melakukan hal baik dan benar bagi sesama sebagai bentuk panggilan iman kita setiap orang percaya. Menjalani prinsip yang berlandaskan pada Firman Tuhan agar kita dimampukan untuk melihat lebih dalam tentang arti pentingnya nilai hidup manusia.

Amin.

Media: GKJ-N/No.01/06/2024

Oleh: Merdekawati Solannia Mansula