MENJADI WARGA NEGARA YANG RAMAH DALAM KRISTUS (EFESUS 4: 25-5: 2)
”Tetapi, hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
(Efesus 4: 32, TB2)
Menjadi Warga Negara Yang Ramah Dalam Kristus
Saya masih ingat, seorang guru saya di SMP, pada saat di kelas, menceritakan kepada kami bahwa di mata orang-orang asing yang berkunjung di Indonesia, rakyat Indonesia dikenal atau diakui sebagai orang-orang yang ramah terhadap orang asing. Apakah sekarang, setelah puluhan tahun kemudian, rakyat Indonesia masih dikenal sebagai rakyat yang ramah? Mudah-mudahan masih, ya! Kalau tidak lagi dikenal sebagai bangsa yang ramah berarti ada perubahan yang sangat gawat.
Pengertian “ramah” memang bisa berbeda satu dengan yang lain. Bagi beberapa orang, berbicara dengan suara yang agak keras dianggap tidak ramah. Namun bagi beberapa orang lainnya, tidak berarti orang yang keras suaranya adalah orang yang tidak ramah. Ramah dan tidaknya seseorang tidak bisa diukur dari keras atau lembutnya suara. Orang yang punya pembawaan suara keras, bisa saja punya hati yang ramah terhadap pihak lain. Sebaliknya. Orang yang bersuara lembut bahkan merdu bisa saja punya hati jahat terhadap pihak lain.
Kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus memberikan salah satu nasihatnya: hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain. Dengan mengacu pada kata Yunani yang dipakai, yaitu khraomai, yang bermakna menjadi berguna secara perilaku atau moral, ramah yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus berarti mewujudkan perilaku atau moralitas yang berguna bagi orang lain.
Keramahan adalah perilaku atau moralitas kristiani yang berguna atau bermanfaat bagi orang lain. Itulah sebabnya, dalam perikop ini Rasul Paulus juga menasihatkan banyak perilaku yang harus dibuang atau disingkirkan, karena tidak berfaedah atau berguna dalam membangun relasi dengan pihak lain. Apa saja perilaku tersebut? Dusta, kemarahan, perkataan kotor, kepahitan, kegeraman, fitnah, dst. Perilaku-perilaku tersebut sungguh tidak berguna dalam kehidupan bersama.
Dengan demikian, keramahan memang tidak sekadar banyak senyum atau bicara dengan lembut. Banyak senyum tentu bisa menjadi tanda keramahan seseorang, namun demikian tidak otomatis orang yang banyak senyum adalah orang yang ramah. Bisa saja orang jahat justru menutupi (rencana) kejahatannya dengan banyaknya senyum.
Menjadi warga negara yang ramah dalam Kristus berarti mewujudkan perilaku dan moralitas Kristen yang berguna bagi bangsa dan negara ini.Banyak contohnya. Misalnya: Tidak (ikut) menyebarkan fitnah atau hoaks yang dengan jelas-jelas merendahkan martabat suku atau agama lain. Lebih sabar berkendara, karena di jalan raya sering banyak orang bisa mudah menjadi tidak ramah, baik melalui umpatan maupun adu jotos. Ayo, selalu ramah dalam Kristus!
Amin.
Media: GKJ-N/No.02/08/2024
Oleh: Pdt. Agus Hendratmo, M.Th.